Tuntutan 17+8 Deadline, Pengamat Unhas Sebut Keluhan Masyarakat
Rizal Fauzi menjelaskan, dalam teori advokasi kebijakan itu banyak tahapan. Mesti dimulai dari agenda setting.
Penulis: Kaswadi Anwar | Editor: Munawwarah Ahmad
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Jumat (5/9/2025) batas akhir pemerintah menindaklanjuti tuntutan 17+8 koalisi masyarakat sipil.
Tuntutan ini tersusun dua bagian. Pertama, 17 tuntutan mesti diselesaikan dalam sepekan.
Kedua delapan tuntutan diberi batas waktu selama setahun untuk dituntaskan.
Poin-poin tuntutan diarahkan kepada Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Ketua Umum Partai Politik (Parpol), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kementerian di sektor ekonomi.
Pengamat Pemerintahan dan Kebijakan Publik Rizal Fauzi mengatakan, tuntutan 17+8 menjadi keluhan masyarakat sejauh ini.
Olehnya, pemerintah perlu perbaiki komunikasi publiknya.
Pejabat berhati-hati berbicara agar tak menyulut emosi publik.
Namun, mereka harus memberikan penjelasan terkait fenomena yang terjadi, termasuk kebijakan yang berjalan.
“Tentu kita ingin pemerintah tak hanya transparan, tapi akuntabel, dalam artian harus bertanggung jawab," katanya saat dihubungi Tribun-Timur.com, Jumat (5/9/2025).
Menurut Rizal Fauzi sangat penting pemerintah menjelaskan ke publik tahapan dilalui dan bagaimana tuntutan itu diakomodir.
Di lain sisi, publik harus dewasa melihat tuntutan 17+8 tersebut.
Pasalnya, dalam mekanisme kebijakan publik, kata dia, tuntutan itu tidak rasional dijalankan dalam waktu dekat, kecuali melalui Dekrit dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) .
Ia juga meminta pemerintah pusat meninjau kembali soal desentralisasi anggaran ke daerah.
“Memfokuskan kembali anggaran ke daerah-daerah sehingga perputaran ekonomi bertumbuh dengan baik,” tutur Akademisi Universitas Hasanuddin ini.
Koalisi masyarakat sipil tentu perlu mengawasi benar-benar tuntutan 17+8. Jangan sampai hal tersebut menjadi angin lalu bagi pemerintah.
Rizal Fauzi menjelaskan, dalam teori advokasi kebijakan itu banyak tahapan. Mesti dimulai dari agenda setting.
Melihat masalah bangsa yang menjadi dasar polemik masyarakat marah.
Kajian multi aktor juga perlu dilakukan. Perlu dilihat aktor yang berpengaruh dalam gerakan
Makanya, ia berharap gerakan advokasi, kebijakan dalam bentuk aksi, kajian akademik maupun kampanye media sosial harus terus berlanjut.
“Tidak sekadar populis saja, tapi berkelanjutan dan mengedepankan proses advokasi kebijakan sesuai aturan yang berlaku,” terangnya.
Pemda Jangan Diam
Pemerintah daerah (Pemda) tak boleh tinggal diam dalam merespon aksi unjuk rasa yang membawa isu-isu nasional. Khususnya, tuntutan 17+8 ini.
Rizal Fauzi menyebut, Pemda harus buat ruang dialog dan ruang persuasif.
Paling penting janga menyulut emosi masyarakat dengan kebijakan yang tak berpihak, seperti kenaikan pajak, retribusi dan lainnya.
“Pemda mengedepankan pelayan publiK berkualitas, mengedepankan partisipasi masyarakat, memastikan ekonomi di daerah bertumbuh dengan baik,” sebutnya.
“Kita harap demonstrasi ini tidak berhenti di sini, tapi dilakukan sesuai mekanisme berlaku,” pungkasnya.
Isi 17 Tuntutan Rakyat: Deadline 5 September 2025
1. Bentuk Tim Investigasi Independen kasus Affan Kurniawan, Umar Amarudin, maupun semua korban kekerasan dan pelanggaran HAM oleh aparat lainnya selama demonstrasi 28-30 Agustus dengan mandat jelas dan transparan.
2. Hentikan keterlibatan TNI dalam pengamanan sipil, kembalikan TNI ke barak.
3. Bebaskan seluruh demonstran yang ditahan dan pastikan tidak ada kriminalisasi demonstran.
4. Tangkap, adili, dan proses hukum secara transparan para anggota dan komandan yang memerintahkan dan melakukan tindakan kekerasan.
5. Hentikan kekerasan oleh kepolisian dan taati SOP pengendalian massa yang sudah tersedia.
6. Bekukan kenaikan gaji/tunjangan anggota DPR dan batalkan fasilitas baru
7. Publikasikan transparansi anggaran (gaji, tunjangan, rumah, fasilitas DPR) secara proaktif dan dilaporkan secara berkala.
8. Selidiki kepemilikan harta anggota DPR yang bermasalah oleh KPK.
9. Dorong Badan Kehormatan DPR untuk periksa anggota yang melecehkan aspirasi rakyat.
10. Partai harus pecat atau jatuhkan sanksi tegas kepada kader partai yang tidak etis dan memicu kemarahan publik.
11. Umumkan komitmen partai untuk berpihak pada rakyat di tengah krisis.
12. Anggota DPR harus melibatkan diri di ruang dialog publik bersama mahasiswa dan masyarakat sipil guna meningkatkan partisipasi bermakna.
13. Tegakkan disiplin internal agar anggota TNI tidak mengambil alih fungsi Polri.
14. Komitmen publik TNI untuk tidak memasuki ruang sipil selama krisis demokrasi
15. Pastikan upah layak untuk seluruh angkatan kerja (guru, nakes, buruh, mitra ojol).
16. Ambil langkah darurat untuk mencegah PHK massal dan lindungi buruh kontrak.
17. Buka dialog dengan serikat buruh untuk solusi upah minimum dan outsourcing.
Isi 8 Tuntutan Deadline: 31 Agustus 2026
1. Bersihkan dan Reformasi DPR Besar-Besaran
2. Reformasi Partai Politik dan Kuatkan Pengawasan Eksekutif
3. Susun Rencana Reformasi Perpajakan yang Lebih Adil
4. Sahkan dan Tegakkan UU Perampasan Aset Koruptor, Penguatan
5. Independensi KPK, dan Penguatan UU Tipikor
6. Reformasi Kepolisian agar Profesional dan Humanis TNI Kembali ke Barak, Tanpa Pengecualian
7. Perkuat Komnas HAM dan Lembaga Pengawas Independen
8. Tinjau Ulang Kebijakan Sektor Ekonomi dan Ketenagakerjaan. (*)
WR I Serta Direktur Kemahasiswaan dan Para Dekan Dampingi Mahasiswa Unhas Aksi Damai di Makassar |
![]() |
---|
Mahasiswa Unhas Kecam Rantis Brimob Lindas Driver Ojol Affan, Demo Tutup Jalan Perintis Kemerdekaan |
![]() |
---|
Marhaen Hardjo Tampil Beda saat Daftar Calon Rektor Unhas 2026–2030 |
![]() |
---|
Antisipasi Krisis Air Bersih: Sinergi Pemerintah dan Masyarakat Harga Mati |
![]() |
---|
Pakar Hukum Unhas Dorong Annar Lapor Polisi Jika Punya Bukti Diminta Rp5 Milliar Oknum Jaksa |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.