Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

DPRD Makassar Dibakar

Polisi Tak Terlihat saat Gedung DPRD Makassar-Sulsel Dibakar, Kapolrestabes: Target Massa Kami

Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Arya Perdana, pun memberikan penjelasan polisi berpakaian seragam tak terlihat saat pembakaran DPRD Makassar-Sulsel

Editor: Muh Hasim Arfah
tribun timur/muslimin emba
POLISI DITARGET MASSA-Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Arya Perdana saat menghadiri konferensi pers penangkapan 29 pelaku pembakaran dua gedung DPRD di Makassar, berlangsung di Mapolda Sulsel, Jl Perintis Kemerdekaan, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar, Kamis (4/9/2025). Arya menjelaskan polisi menjadi target massa saat malam kerusuhan 29 Agustus 2025 malam lalu. (Dok. Tribun-Timur.com/Muslimin Emba) 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Pejabat Kepolisian Republik Indonesia ( Polri ) angkat bicara soal pertanyaan kenapa polisi tak menghalangi kerusuhan di DPRD Makassar dan Sulawesi Selatan, Jumat (29/8/2025) malam. 

Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Arya Perdana, pun memberikan penjelasan terkait kondisi saat itu.

Ia mengatakan, unjuk rasa pada 29 Agustus itu, sejatinya telah dimonitor oleh jajarannya.

Bahkan Arya mengaku, telah menempatkan personelnya di sejumlah titik aksi.

Tak terkecuali di gedung DPRD Kota Makassar maupun DPRD Sulsel.

"Di DPRD Provinsi sendiri ada sekitar 200 lebih pasukan dan di DPRD kota ada 130 pasukan," terang Arya saat menghadiri konferensi pers penangkapan 29 tersangka perusuh, di Mapolda Sulsel, Kamis (4/9/2025).

Baca juga: Sejarah DPRD Sulsel: Lembaga Penghasil Pemimpin dari Bupati, Wakil Ketua MPR RI, hingga Menteri

Akan tetapi, lanjut Arya, jumlah massa saat itu kian bertambah hingga jumlah kekuatan polisi, tidak sebanding.

20250904_MASSA DPRD SULSEL_massa kerumuni dprd Sulsel 2025
MASSA DPRD SULSEL- Pantauan dari drone saat pembakaran gedung DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Sulsel, Jumat (29/8/2025) malam lalu. Polrestabes Makassar mengklaim ada 2 ribu orang di depan gedung DPRD Sulsel saat pembakaran.

Arya menegaskan bahwa massa perusuh sengaja menarget polisi berseragam.

“Target mereka saat itu adalah polisi,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, ribuan massa berdatangan khusus untuk mencari polisi.

“Mereka mencari polisi berseragam sehingga anggota berseragam tidak ada di tempat dan menjauh. Karena memang targetnya polisi, bukan lagi unjuk rasa biasa,” jelas Arya.

Menurutnya, jumlah massa yang datang sangat besar.

“Sekitar kurang lebih 2 ribu sampai 3 ribu orang di satu titik. Di DPRD provinsi ada sekitar 2 ribu, di DPRD kota sekitar 3 ribuan,” bebernya.

Atas kekuatan yang tak sebanding, polisi berseragam menarik diri dari sekitar lokasi.

“Inilah yang menyebabkan rekan-rekan tidak melihat pasukan kami di sana,” kata Arya.

Arya menambahkan, kondisi mencekam itu memaksanya meminta bantuan TNI. Namun, pasukan TNI juga kesulitan masuk ke lokasi.

“Namun demikian TNI yang menuju ke sana saat itu juga sudah terhalang massa,” terangnya.

Hal yang sama terjadi pada pemadam kebakaran.

“Tidak ada yang bisa membuka jalan, termasuk Damkar pada waktu itu. Karena memang sengaja dihalangi massa,” pungkas Arya.

29 Tersangka 

Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) menetapkan total 29 orang sebagai tersangka dalam kasus pembakaran gedung DPRD Provinsi Sulsel dan DPRD Kota Makassar.

“Jumlah tersangka seluruhnya ada 29 orang, 14 orang ditangani Ditreskrimum Polda Sulsel, sementara 15 orang lainnya ditangani Polrestabes Makassar,” kata Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Didik Supranoto.

Dari 14 tersangka kasus DPRD Provinsi Sulsel, delapan di antaranya berstatus mahasiswa, satu pelajar di bawah umur, dua buruh, serta tiga orang dengan pekerjaan berbeda, termasuk petugas kebersihan.

Mereka antara lain RN (19), buruh harian lepas; RHM (22), petugas kebersihan; dan MIS (17), pelajar asal Makassar.

Selain itu, ada RND (21), buruh bangunan asal Makassar; MR (20), mahasiswa asal Kabupaten Gowa; AFJ (23), warga Toraja Utara yang tidak memiliki pekerjaan; SNK (22), mahasiswa asal Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur; AFR (20), pelajar/mahasiswa asal Takalar; MRD (18), tidak bekerja; MRZ (20), mahasiswa asal Gowa; MHS (21), mahasiswa asal Palu Barat, Sulawesi Tengah; serta AMM (22), mahasiswa asal Makassar.

Dua mahasiswa lain yang turut ditahan yakni MAR (21) dan AY (23).

Para tersangka dijerat pasal berlapis, mulai dari Pasal 170, 187, 406 KUHP hingga pasal pemberatan seperti Pasal 55, 56, dan 64 KUHP.

Sementara itu, dari 15 tersangka kasus DPRD Kota Makassar, dua di antaranya mahasiswa, lima pelajar di bawah umur, satu remaja putus sekolah, enam buruh, serta satu penambang.

Beberapa tersangka dewasa yang ditetapkan yakni MYR (31), buruh bangunan; AG (30), buruh harian; GSL (18), mahasiswa; MAP (20), cleaning service; ASW (18), tidak bekerja asal Makassar; MS (23), tukang parkir asal Gowa; RMT (19), penambang asal Gowa; ZM (22), mahasiswa asal Kabupaten Bone; MI (22), buruh asal Makassar; serta FDL (18), pelajar asal Makassar.

Sedangkan lima tersangka anak di bawah umur masing-masing adalah FTR (16), MAF (16), MAY (15), IA (16), serta MNF (17). Seluruhnya merupakan pelajar atau remaja asal Gowa dan Makassar.

“Para tersangka anak di bawah umur tetap diproses hukum, namun sesuai aturan yang berlaku. Penanganannya dilakukan secara khusus dengan mempertimbangkan aspek perlindungan anak,” jelas Didik.

Ia menegaskan, penetapan 29 tersangka tidak menghentikan upaya penyelidikan.

Polisi masih terus memburu pelaku lain yang diduga berperan sebagai penghasut maupun aktor lapangan.

“Kami akan terus melakukan penyelidikan, tidak menutup kemungkinan tersangka bertambah,” tegas Didik.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved