Siapa Dalang Kerusuhan 298
Prof Pangerang Moenta: Sumber Masalah Bangsa Ada pada Ekonomi dan Demokrasi Liberal
“Kalau sumbunya ekonomi, maka harus ada kebijakan ekonomi yang lebih baik. Hukum itu bagian terakhir
Penulis: Renaldi Cahyadi | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN TIMUR.COM, MAKASSAR – Guru Besar Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Pangerang Moenta, menegaskan bahwa persoalan bangsa saat ini berakar pada ketimpangan ekonomi yang diperparah oleh praktik demokrasi liberal-kapitalistik.
Hal itu disampaikan usai kekacauan yang terjadi akhir-akhir ini di Indoensia.
Diamana, aksi penjarahan, pembakaran fasilitas umum dan demonstrasi tak berujung membuat masyarakat menjadi was-was
Hal itu disampaikan dalam Dialog Forum Dosen dengan tema 'Pemulihan Bangsa' di Kantor Tribun Timur, Jl Cendrawasih, Kota Makassar, Rabu (3/9/2025).
Hal itu ia sampaikan dalam Forum Dosen Insan Cita yang membahas tema pemulihan bangsa.
“Sesuai temanya, kalau kita bicara pemulihan, berarti negara kita memang sedang tidak sehat. Dari forum dosen insan cita, disimpulkan bahwa sumbu persoalan kita adalah ketimpangan ekonomi yang ditopang oleh ketidakadilan dan inkonsistensi,” kata Prof Pangerang.
Mengutip teori Robert Segment, Prof Pangerang menyebut solusi harus dimulai dari akar masalah.
“Kalau sumbunya ekonomi, maka harus ada kebijakan ekonomi yang lebih baik. Hukum itu bagian terakhir. Sebelum hukum, yang lebih mendasar adalah sistem demokrasi kita,” ungkapnya.
Ia menyoroti praktik demokrasi di Indonesia yang dinilai jauh dari semangat sila keempat Pancasila.
“Kita ini lebih mempraktikkan demokrasi liberal-kapitalistik yang bermodal selalu menang dalam pemilu, sehingga wajar setelah terpilih mereka melupakan rakyat. Akhirnya, Pancasila tidak pernah lagi kita singgung ketika bicara demokrasi,” uajrnya.
Menurutnya, sistem pemilu terbuka semakin memperkuat dominasi modal dalam politik.
Artinya, kata dia, yang terpilih adalah mereka yang paling banyak suara, dan suara itu umumnya dikuasai yang punya modal besar.
"Di sinilah pakar harus merumuskan kebijakan baru agar bisa diperbaiki,” kata dia.
Prof Pangerang juga mengingatkan kembali gagasan Presiden Prabowo tentang penguatan lembaga perwakilan ke daerah masing-masing.
"Kalau ini dijalankan, lokalisasi masalah bisa diperkecil. Tidak semua dilepas ke masyarakat yang akhirnya terjebak money politics dan kampanye hitam,” ungkapnya.
Ia menegaskan, akar masalah bangsa ini tetap pada ketimpangan ekonomi dan praktik demokrasi liberal.
“Kalau ekonomi diperbaiki dan demokrasi kita dikembalikan ke jalurnya, hukum akan otomatis lebih berdaya," jelasnuya.
"Kalau tidak, hukum hanya jadi korban dari kebijakan besar yang salah arah, sehingga lahirlah ketidakadilan dan diskriminasi,” tambah dia.
Ia meminta permasalahan ekonomi diperbaiki dan masalah demokrasi di Indoensia harus di tinjau kembali.
"inilah yang mempengaruhi ke hukum sehingga hukum tidak berdaya sehingga timbul ketidak adilan, diskriminasi dan seterusnya, hukum ini hanya dampak dari kebijakan besar tadi ekonomi dan demokrasi," jelasnya.
Sementara itu, Guru Besar Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof Arismunandar, menyoroti gelombang demonstrasi yang berujung ricuh di seluruh wilayah di Indonesia.
Ia menilai akar masalah bukan hanya soal aksi jalanan, tetapi lebih dalam terkait keadilan sosial, ekonomi, dan perilaku elit politik yang dinilai tidak berempati kepada rakyat.
Dari 20 orang yang diamankan dalam aksi di Makassar, hanya dua yang berstatus mahasiswa.
Artinya, mayoritas peserta aksi bukan dari kalangan mahasiswa. Ini menunjukkan persoalan yang lebih luas, bukan hanya gerakan kampus,”katanya.
Ia menilai fenomena yang terjadi bukanlah krisis politik seperti 1998, melainkan dipicu oleh ketidakadilan sosial-ekonomi.
Salah satunya adalah kesenjangan penghasilan antara elit politik dan rakyat pekerja.
“Bayangkan, gaji dan tunjangan pejabat bisa sepuluh kali lipat lebih besar dibandingkan buruh atau guru. Bahkan guru dan dosen disebut sebagai beban negara, sementara elit politik bebas menerima tunjangan besar. Ini melukai rasa keadilan rakyat,” ungkapnya.
Prof Arismunandar juga menyinggung peristiwa penjarahan rumah Menteri Keuangan dan gedung DPR yang menjadi sasaran.
Menurutnya, hal itu menunjukkan kuatnya faktor ekonomi dalam memicu aksi.
“Kalau bukan soal ekonomi, rumah Menteri Keuangan tidak akan diserang. Belum lagi tuntutan buruh terkait upah minimum 2026, isu perampasan aset koruptor,” uajrnya.
Selain faktor ekonomi, ia menilai perilaku sebagian elit politik turut memperkeruh suasana.
“Joget-joget di atas penderitaan rakyat itu bukan lagi hiburan, tapi penghinaan. Ditambah lagi rakyat dikatai tolol. Ini membuat amarah publik semakin membara,” kata dia.
Mantan Rektor UNM itu menilai peristiwa yang terjadi pada 28–29 Agustus merupakan gabungan gerakan mahasiswa, buruh, dan masyarakat umum yang berkembang spontan tanpa komando.
“Ini berbeda dengan 1998. Saya kira masih bisa dikendalikan, karena Presiden bahkan bisa tetap berkunjung ke Thiongkok. Tapi masalah ini butuh perhatian serius,” katanya.
Sebagai solusi, Prof Arismunandar meminta adanya perbaikan nyata dalam perilaku politik dan kebijakan ekonomi.
Pertama, Ia meminta agar DPR sebaiknya menunda tunjangan mereka.
Kedua, gaji dosen dan guru harus dinaikkan agar ada keadilan ekonomi yang dirasakan langsung.
Ketiga, kebijakan fiskal, termasuk soal pajak dan DBH ke daerah, harus dievaluasi.
Ia juga berpesan kepada Presiden Prabowo agar turun langsung menenangkan masyarakat.
“Kami harap Pak Presiden datang menjenguk rakyat di Makassar, agar kehadirannya bisa meredakan situasi,” jelasnya.
Reformasi Pendidikan, Prof Firdaus Serukan Dosen Inisiasi Ruang Dialektika Diluar Jam Kelas |
![]() |
---|
Andi Suruji : Reformasi UU Politik, UU Pemilu dan Tegakkan Supremasi Hukum |
![]() |
---|
Imran Hanafi Sebut Ada Pihak yang Mendesain di Balik Demo Berujung Ricuh |
![]() |
---|
Demonstrasi Jadi Amuk Massa, Prof Tahir Kasnawi: Demokrasi Kita Tak Bisa Lagi Dikendalikan |
![]() |
---|
Joget-joget Legislator DPR RI Berujung Demo Rusuh, Prof Amran Razak: Dewan Kelewat Waras! |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.