Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Demo Hari Ini

BEM UNM Desak Reformasi Polri, Tolak RUU TNI, dan Sahkan UU Perampasan Aset

Presiden BEM UNM turut menyinggung sikap Presiden Prabowo Subianto yang hanya menolak kenaikan tunjangan DPR dalam konferensi pers terakhir. 

Penulis: Renaldi Cahyadi | Editor: Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM/Renaldi Cahyadi
DEMO MAKASSAR - Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Makassar (UNM), Syamry saat aksi di Fly Over, Jl Urip Sumoharjo, Kota Makassar, Senin (1/9/2025). Ia menuntut Reformasi Polri, Tolak RUU TNI, dan Sahkan UU Perampasan Aset. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Makassar (UNM), Syamry, mendesak Reformasi Polri, Tolak RUU TNI, dan Sahkan UU Perampasan Aset.

Hal itu disampaikan saat Mahasiswa UNM menggelar aksi di Fly Over, Jl Urip Sumoharjo, Kota Makassar, Senin (1/9/2025).

Syamry mendesak agar Undang-Undang Perampasan Aset segera disahkan. 

Ia menilai regulasi tersebut penting sebagai senjata untuk menindak tegas para koruptor yang menjarah kekayaan negeri.

“Indonesia sudah berusia 80 tahun, tapi rakyat belum sepenuhnya merasakan kemerdekaan. Kenaikan tunjangan DPR RI menjadi bukti elit meraih kemerdekaan untuk dirinya sendiri, sementara rakyat kecil justru tercekik oleh pajak,” katanya.

Syamry juga menyinggung kenaikan PBB-P2 di berbagai daerah yang menjadi indikasi negara tidak berpihak kepada masyarakat. 

Ia menyebut, perilaku elit di DPR yang berjoget-joget dalam rapat paripurna mencerminkan watak yang jauh dari kepatutan sebagai wakil rakyat.

Selain isu ekonomi-politik, BEM UNM juga menyoroti kinerja kepolisian. 

Baca juga: Sebut Tak Ada Penyusup Demo Mahasiswa Makassar, Pangdam XIV Hasanuddin: Mereka Punya Harga Diri

Menurutnya, Polri perlu direformasi total. 

Ia mencontohkan berbagai peristiwa, mulai dari tragedi Kanjuruhan hingga insiden ojek online yang dilindas barakuda di Jakarta, sebagai bukti lemahnya sistem pengamanan dan maraknya tindakan represif aparat.

“Polri seharusnya mengamankan massa aksi, bukan bertindak brutal. Rentetan kejadian ini menunjukkan perlunya perbaikan menyeluruh,” ujarnya.

Syamry turut menyinggung sikap Presiden Prabowo Subianto yang hanya menolak kenaikan tunjangan DPR dalam konferensi pers terakhir. 

Ia menilai, tuntutan mahasiswa dan masyarakat sipil jauh lebih luas, termasuk pembenahan aparat penegak hukum.

Di sisi lain, BEM UNM juga menolak RUU TNI yang dinilai berpotensi mengembalikan peran militer ke ranah sipil. 

Menurutnya, hal itu membuka jalan menuju darurat militer sebagaimana terjadi pada masa Orde Baru 1998.

“TNI harus kembali ke barak, bukan mengisi ruang-ruang publik. Supremasi sipil adalah cita-cita reformasi yang harus dijaga,” katanya.

Selain UU Perampasan Aset, mahasiswa juga mendesak pengesahan UU Masyarakat Adat. 

Sementara soal Polri, mereka menilai Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebaiknya mundur dari jabatannya karena dianggap gagal menjaga keamanan dalam aksi-aksi massa.

“Pernyataan yang menyebut ‘tembak saja massa yang memasuki Mako Brimob’ sangat kami kecam. Itu jelas melanggar konstitusi. Kebebasan berpendapat dijamin undang-undang, dan Kapolri seharusnya malu serta segera mundur dari jabatannya,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Umum HMI MPO Cabang Makassar, Yusuf Kasim Bakri, menyampaikan duka cita mendalam atas meninggalnya Akan Kurniawan, yang menurutnya menjadi korban brutalitas aparat kepolisian. 

Ia menyebut peristiwa tersebut menambah panjang daftar catatan kelam kepolisian di Indonesia.

“Hal ini menunjukkan bahwa kepolisian saat ini bukan lagi berfungsi melindungi hak-hak asasi manusia. Padahal idealnya kepolisian hadir untuk human rights protection. Tetapi kenyataannya, dengan rentetan peristiwa belakangan ini, kepolisian selalu menyelesaikan persoalan dengan jalur kekerasan,” katanya.

Ia mencontohkan kasus kematian Afan serta sejumlah insiden lainnya yang menggambarkan pola represif aparat kepolisian terhadap masyarakat.

Selain kepolisian, Yusuf juga menyinggung DPR RI yang sempat mewacanakan kenaikan tunjangan kinerja anggota dewan. 

Menurutnya, langkah itu merupakan bentuk kesewenangan elit politik yang tidak berpihak kepada rakyat.

“Masalahnya bukan hanya soal wacana tunjangan yang kemudian dianulir Presiden Prabowo. Tetapi persoalannya adalah sikap pemerintah dan DPR yang hanya mau memperbaiki kebijakan ketika reaksi publik sudah memuncak," ujarnya.

"Artinya, kebijakan lahir bukan karena keberpihakan pada rakyat, tetapi setelah menunggu amarah publik,” tambah dia.

Karena itu, Yusuf menegaskan tuntutan HMI MPO Cabang Makassar agar DPR dan kepolisian segera melakukan reformasi total. 

Salah satu poin penting yang mereka desakkan adalah pencopotan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

“Berdasarkan data yang kami kumpulkan, aparat keamanan bukan lagi menertibkan rakyat demi kenyamanan dan keadilan, melainkan justru kerap menyelesaikan masalah dengan cara-cara kekerasan. Itu sebabnya kami menuntut Kapolri saat ini untuk segera dicopot,” jelasnya.(*)

 

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved