Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kisah Nurhasan Mantan Kepsek SMP 1 Ponrang Luwu Sulsel, Dipenjara, Dipecat ASN, Kini Bertani

Mantan Kepsek SMP 1 Ponrang, Nurhasan, harus menerima kenyataan pahit. Ia dipenjara 2 tahun, diberhentikan ASN, dan kini hidup sebagai petani.

Sumber: Muh Sauki
GURU DIPECAT - Nurhasan (62) saat ditemui di rumahnya di Desa To'bia, Kecamatan Ponrang Selatan, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Nurhasan mengaku menjadi korban pemecatan akibat pengadaan baju sekolah yang sebelumnya disetujui orang tua siswa. Di depan awak Tribun-Timur.com, Nurhasan menunjukkan surat keputusan bupati yang dimasukkan dalam map kuning berisi pemberhentian dirinya sebagai ASN 
Ringkasan Berita:
  • Nurhasan (62), mantan Kepsek SMP 1 Ponrang, Luwu, Sulsel divonis 2 tahun penjara atas kasus pungutan dana komite untuk seragam siswa. 
  • Setelah bebas, ia diberhentikan sebagai ASN pada 2020, setahun sebelum pensiun. 
  • Kini hidup sebagai petani, ia berharap Presiden Prabowo merehabilitasi namanya seperti dua guru di Luwu Utara. Kepala Dinas Pendidikan menilai kasusnya tidak adil.

TRIBUN-TIMUR.COM, LUWU - Nurhasan (62) kini menjalani masa tuanya dengan bertani di sawah tak jauh dari rumahnya di Desa To'bia, Kecamatan Ponrang Selatan, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.

Dari ibu kota Luwu di Belopa, saya mengendarai motor melewati Jl Poros Makassar-Palopo sekitar 25 menit demi sampai di rumah Nurhasan, Senin (24/11/2025) siang.

Rumah Nurhasan persis di lorong yang sama menuju Masjid Nurul Huda Desa To'bia, berkisar 1 kilometer dari jalan poros.

Di rumah sederhana itu, saya menemui Nurhasan mengenakan setelan baju putih dan kopiah hitam sedang duduk di teras.

Lipatan kulit di mukanya sudah terlihat jelas, akibat dimakan usia.

Satu sisir buah salak yang masih menempel di tangkainya ia suguhkan di atas meja.

Pelan-pelan Nurhasan menceritakan kasus menimpa dirinya hingga diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) sebagai aparatur sipil negara (ASN) pada tahun 2020.

Nurhasan diangkat menjadi ASN, sebagai seorang guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) sejak 1998.

Pengabdiannya selama menjadi guru, membawanya didapuk menjadi kepala sekolah di SMP 1 Ponrang.

Kata Nurhasan, kariernya sebagai kepala sekolah ia jalani selama 16 tahun sebelum akhirnya diproses hukum.

Kepolisian menangkap Nurhasan atas pungutan dana komite sekolah untuk pengadaan baju batik dan baju olahraga siswa pada tahun 2018.

Nurhasan masih ingat betul ketika penyidik menangkap dirinya di sekolah ia pimpin itu.

Saat itu dirinya sedang menghadiri rapat di Kantor Dinas Pendidikan Luwu, Kota Belopa.

Tiba-tiba ponselnya berdering, ia ditelepon seseorang yang mengaku sebagai anggota kepolisian dan memintanya kembali ke sekolah.

"Saya pikir ada siswa saya yang berkelahi," kata Nurhasan menirukan percakapannya kala itu.

Tapi prediksi Nurhasan meleset, penyidik malah menggeledah sekolah, demi mendapat barang bukti kasus yang dialamatkan kepadanya.

“Waktu saya tiba, sekolah sudah digerebek polisi. Uang Rp91 juta disita, katanya operasi tangkap tangan (OTT),” kata Nurhasan kaget.

Menurut Nurhasan, penangkapan dirinya tak berdasar.

Ia menegaskan seluruh rangkaian pengadaan baju merupakan keputusan komite sekolah bersama orang tua siswa.

"Saya hanya memfasilitasi ruang rapat, selebihnya itu diberikan wewenang kepada ketua komite," ujarnya.

"Itu pun telah dibentuk sistem kepanitiaan. Untuk membentuk mulai bendahara, sekretaris, sampai ketua komite. Dan itu disetujui orang tua siswa, untuk dua baju lengkap dengan atribut ditambah uang koperasi jadi total keseluruhan Rp300 ribu," tambah Nurhasan menjelaskan asal muasal pengadaan baju seragam di sekolahnya.

Ia kembali mempertanyakan dasar hukum kasus yang menimpa dirinya itu.

Sebab pengadaan baju sekolah di tahun itu, sambung Nurhasan, dilakukan di hampir semua sekolah yang ada di Luwu.

Apalagi itu dilakukan berdasar inisiatif orang tua dan tidak melibatkan anggaran negara.

“Di sekolah lain bahkan ada yang sampai Rp500 ribu untuk satu pasang baju lengkap," akunya dengan penuh keyakinan.

Namun nahas, pengabdian Nurhasan 20 tahun lebih di dunia pendidikan Bumi Sawerigading itu berakhir dibui.

Atas kasus itu, Nurhasan divonis dua tahun penjara.

Bak jatuh tertimpa tangga, pasca menjalani hukuman penjara, Nurhasan langsung pula diberhentikan dari status ASN pada 8 September 2020.

"Sekitar satu tahun lebih sebelum masa pensiun saya," ungkap Nurhasan sambil memegang map kuning berisi surat keputusan pemberhentian Bupati Luwu tentang Pemberhentian karena Melakukan Tindak Pidana Kejahatan Jabatan atau Tindak Pidana Kejahatan yang Ada Hubungan dengan Jabatan.

Baca juga: LSM Melapor, Guru Dipenjara, Presiden Mengampuni

Minta Direhabilitasi 

Setelah dipecat, Nurhasan kini bekerja sebagai petani.

Di usianya yang sudah menyentuh kepala enam, kondisi fisik Nurhasan tidak lagi sekuat masa muda.

“Saya ini sudah tua, tenaga tidak seperti dulu. Jadi hanya pasrah saja,” ungkapnya lirih.

Nurhasan berharap pemerintah dapat mengembalikan nama baiknya seperti dua guru di Kabupaten Luwu Utara.

Mantan Ketua PGRI Luwu ini meminta Presiden Prabowo menilai kembali kasus telah inkrah tersebut.

Sebab sebelumnya, Nurhasan mengikuti pemberitaan dua guru di Luwu Utara, Sulawesi Selatan yang mendapat rehabilitasi dari Presiden Prabowo Subianto setelah sebelumnya dipidana karena pungutan dana komite.

"Mudah-mudahan Bapak Presiden Prabowo bisa kembali mengulas kasus saya. Mudah-mudahan bisa disamakan dengan kasus dua guru yang ada di Luwu Utara," pinta Nurhasan.

Kepala Dinas Nilai Tak Adil

Kepala Dinas Pendidikan Luwu, di medio Nurhasan terkena kasus, Amang Usman mengungkapkan kekecewaannya.

Ia melihat, tuntutan serta surat keputusan pemecatan Nurhasan tidak memberikan rasa keadilan bagi yang bersangkutan.

“Ini tidak adil. Kasusnya bukan melibatkan uang negara. Itu pembelian baju seragam seperti yang dilakukan sekolah-sekolah lain dan disetujui oleh orang tua siswa melalui Ketua Komite pada waktu itu. Dia sudah menjalani hukuman, tapi masih dipecat dan sampai sekarang tidak menerima gaji pensiun,” bebernya saat dikonfirmasi.

Menurutnya, pengadaan seragam pada waktu itu rutin dilakukan seluruh SMP di wilayah Luwu.

"Saya menilai, tidak terdapat unsur pungutan liar maupun korupsi dalam kasus yang menjerat Pak Nurhasan," tandasnya. (*)

Laporan Jurnalis Tribun-Timur.com, Muh Sauki Maulana

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved