Diskusi Forum Dosen
KUHAP Belum Layak Disahkan, Prof Ruslan Ingatkan Risiko Pelanggaran HAM
Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dinilai masih memuat banyak persoalan mendasar.
Penulis: Erlan Saputra | Editor: Muh Hasim Arfah
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dinilai masih memuat banyak persoalan mendasar.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Bosowa (Unibos) Makassar, Prof Ruslan Ranggong, menegaskan sejumlah ketentuan dalam RUU tersebut harus diperdalam agar tidak menabrak prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).
Hal itu disampaikan dalam diskusi Forum Dosen bertajuk “Kontroversi KUHAP” di Redaksi Tribun Timur, Jl Cendrawasih No 430, Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (21/11/2025) sore.
Menurut Prof Ruslan, proses pembahasannya berlangsung terlalu cepat.
Ia menilai DPR dan pemerintah tampak ingin memaksakan agar KUHAP mulai berlaku bersamaan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan efektif pada 2 Januari 2026.
“Saya selalu berpendapat bahwa pembahasan RUU ini terlalu buru-buru. Kenapa buru buru, karena ada keinginan dari pemerintah memberlakukan KUHAP bersamaan dengan KUHP," ungkapnya.
Baca juga: Advokat Senior Tadjuddin Rachman: Secara Historis KUHAP Itu Gagal Total, Tak Layak Disahkan!
"KUHP kan mulai berlaku tanggal 2 Januari 2026, ini diusahakan KUHAP juga berlaku pada tanggal 2 Januari,” tambahnya.
Prof Ruslan menjelaskan, KUHAP adalah aturan yang mengatur seluruh proses peradilan pidana.
Sehingga setiap pasal harus dirumuskan secara cermat.
Ia menilai masih ada banyak ketentuan yang belum matang dan bahkan dianggap kontroversial.
“Banyak pasal dianggap kontroversial,” kata dia.
Bagian paling rawan, kata Prof Ruslan, ialah ketentuan mengenai upaya paksa.
“Pasal-pasal yang berkaitan dengan upaya paksa itu, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, antara lain di situ,” ungkapnya.
Ia berharap Badan Perumus (BP) yang bertugas menyusun aturan pelaksana dapat menghasilkan pedoman yang jelas.
Sehingga tidak menimbulkan polemik di masyarakat.
"Semoga bisa memberikan uraian yang baik, sehingga tidak kontroversi di masyarakat,” ujarnya.
Menjawab pertanyaan tentang keberpihakan RUU KUHAP, Prof Ruslan mengatakan isu itu tidak bisa diputuskan begitu saja, apakah pro pemerintah atau masyarakat sipil.
Ia menilai sejumlah pasal masih harus dikaji lebih mendalam agar tidak bertentangan dengan prinsip HAM.
Ia menegaskan, penyesuaian itu penting agar KUHAP tidak justru menjadi instrumen yang membatasi hak warga negara.(*)
Dokumentasi: Tribun-Timur/Erlan Saputra
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/20251121_DISKUSI-FORUM-DOSEN_diskusi-forum-dosen-2025.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.