Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Diskusi Forum Dosen

Advokat Senior Tadjuddin Rachman: Secara Historis KUHAP Itu Gagal Total, Tak Layak Disahkan!

Kritik itu ia tujukan khusus pada pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Penulis: Erlan Saputra | Editor: Sudirman
Ist
DISKUSI FORUM DOSEN- Advokat senior Tadjuddin Rachman dalam dialog forum dosen di Kantor tribun timur, Jl cendrawasih, Makassa, Jumat (21/11/2025). Ia mengkritik RUU KUHAP yang disahkan DPR RI 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Advokat senior, Dr Tadjuddin Rachman, mengkritik kerasKomisi III DPR RI. 

Kritik itu ia tujukan khusus pada pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Kritikan disampaikan Diskusi Forum Dosen bertajuk “Kontroversi KUHAP” yang digelar di Redaksi Tribun Timur, Jl Cenderawasih, Makassar, Jumat (21/11/2025) sore.

Kritikan menyelimuti setiap kalimat yang diucapkan Tadjuddin.

Bahkan suaranya beberapa kali meninggi saat mengkritik DPR RI, utamanya Ketua Komisi III Habiburokhman. 

Ia menilai DPR RI telah keliru total dalam memahami syarat yuridis, sosiologis, filosofis, dan historis pembentukan undang-undang

“Jadi yang dia (Habiburokhman) kemukakan bahwa dalam sosialisasi, dia keliling Indonesia, tetapi tidak disebut Makassar. Yang lucunya, guru-guru besar Fakultas Hukum Unhas justru tidak didengar," ungkapnya. 

Apa yang disampaikan Habiburokhman tidak hanya tidak akurat.

Tetapi juga meremehkan peran akademisi yang selama ini menjadi rujukan hukum nasional.

Ia kemudian menyoroti konsideran filosofis RUU KUHAP yang dinilainya keliru secara mendasar.

“Kalau saya melihat konsideran secara filosofisnya, di sini (KUHAP) mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum," kata Tadjuddin. 

Ini dianggapnya sudah bertentangan dengan Pasal 1 ayat 3. 

"Masa ‘merupakan’ negara hukum? Ini konsideran bilang begitu, padahal bukan ‘merupakan’," tambahnya. 

Tadjuddin menjelaskan, syarat pembentukan perundang-undangan tidak hanya tiga.

Tetapi empat dasar penting, yakni yuridis, sosiologis, filosofis, dan historis.

“Syarat pembuatan perundang-undangan itu satu syarat yuridis, sosiologis, filosofis, dan ada syarat historis. Saya menambahkan satu, syarat historis, itu penemuan saya sebagai doktor,” kata dia.

Syarat historis adalah aspek yang selama ini diabaikan. 

Ia mencontohkan lahirnya KUHAP tahun 1981 yang didorong oleh alasan historis kuat.

Bahwa KUHAP yang lama dibuat tahun 1981 adalah karena historis, itu karena buatan Belanda. 

Sehingga secara historis itu tidak bisa lagi dipakai.

Ia menilai sangat keliru apabila KUHAP yang baru tidak memenuhi syarat historis sama sekali.

“Kalau syarat historis tidak dipenuhi, maka saya menganggap cacat,” tegasnya.

Ia juga mengkritik disharmoni dalam konsideran KUHAP.

Dalam KUHAP, dijelaskan bahwa untuk kepastian hukum, keadilan, kemanfaatan dan subremasi hukum. 

Hal itu dianggap Tajuddin kembali bertentangan.

"Yang satu mengatakan kita adalah negara hukum, sekarang mengatakan bahwa subremasi hukum. Berarti Indonesia bukan menjadikan hukum sebagai panglima," ungkap Tadjuddin. 

Tadjuddin kembali menekankan bahwa klaim pemenuhan syarat oleh DPR RI tidak berdasar.

“Saya mau mengatakan, kalau Habiburokhman mengatakan KUHAP memenuhi syarat, maka secara sosiologis tidak memenuhi syarat," bebernya.

Ia bahkan mengibaratkan kritik masyarakat dan akademisi saat ini seperti teriakan yang dibiarkan menggema tanpa respons.

Di akhir paparannya, Tadjuddin menegaskan penolakannya.

Baginya, secara sosiologis RUU KUHAP itu gagal total. 

Sehingga sangat tidak layak disahkan.

Pernyataannya disambut positif dari sejumlah pakar hukum yang hadir dalam forum diskusi.

 

 

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved