Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Gaji Honorer

Taktik Kadis Pendidikan Luwu Bayar Gaji Honorer, Libatkan ASN

Andi Palanggi menjelaskan, guru ASN baik itu PNS atau P3K yang dalam pekerjaannya dibantu oleh tenaga honorer.

|
Penulis: Muh. Sauki Maulana | Editor: Ansar
Tribun-timur.com/muh sauki maulana
GURU HONOR - Kepala Dinas Pendidikan Luwu, Sulawesi Selatan, Andi Palanggi. Ia membeberkan, untuk menggaji guru honorer di sekolah, terkadang menggunakan urungan sukarela guru ASN dan dana BOS. (Sumber: Muh Sauki) 

TRIBUN-TIMUR.COM, LUWU - Rehabilitasi penuh yang diberikan Presiden Prabowo Subianto kepada dua guru SMAN 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Rasnal dan Abdul Muis, menjadi momentum untuk menyoroti kembali masalah pelik di dunia pendidikan.

Masalah serius yang masih dihadapi ialah rapuhnya jaring kesejahteraan guru honorer.

Kasus yang bermula dari pemecatan akibat pungutan sukarela ini, ironisnya, didasari panggilan solidaritas.

Pungutan itu diinisiasi untuk membayar gaji 10 rekan guru honorer mereka yang nunggak selama 10 bulan.

Peristiwa ini laksana puncak gunung es.

Kasus yang menimpa Abdul Muis dan Rasnal membuka borok sistem pendanaan yang gagal menjamin penghidupan layak bagi para guru non-ASN.

Potret di Kabupaten Luwu, yang bertetangga dengan Luwu Utara juga memberikan gambaran betapa rumitnya mekanisme pembayaran dan status guru honorer di daerah.

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Luwu, Andi Palanggi, mengungkapkan meski di wilayahnya belum ditemukan sekolah yang menarik pungutan khusus untuk menggaji honorer, kebutuhan akan tenaga mereka tidak terelakkan.

"Kalau di Luwu itu, jujur saja masih ada beberapa sekolah yang menggunakan tenaga honorer. Karena kita masih kekurangan jumlah guru sebenarnya," ungkapnya kepada Tribun-Timur.com, Jumat (14/11/2025).

Untuk menyiasatinya, sekolah kerap menggunakan taktik internal.

Andi Palanggi menjelaskan, guru ASN baik itu PNS atau P3K yang dalam pekerjaannya dibantu tenaga honorer.

Guru ASN nantinya akan secara sukarela membagi upahnya kepada guru honorer di sekolah.

"Kemudian menjadi kesepakatan internal kalau gaji guru honorer yang membantu tadi, itu dapat dari guru pegawai tadi. Dibagi-bagi. Artinya kesepakatan mereka, berapa jam diisi sama guru honorer, itu harus disubsitusi (oleh guru ASN)," bebernya.

Mekanisme formal sebenarnya tersedia melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Menurut Andi Palanggi, petunjuk teknis terbaru memperbolehkan penggunaan maksimal 10 persen dari total dana BOS untuk membayar gaji guru honorer di luar ASN dan P3K.

Namun, skema ini memiliki keterbatasan besar.

"Dana BOS ini juga bergantung dari profil sekolah. Beda kalau sekolah kecil, sedikit juga muridnya. Sekolah-sekolah besar kan butuh (lebih banyak) guru dan tenaga kependidikan," katanya.

Ia mencontohkan, sekolah dengan dana BOS terendah, sekitar Rp20 juta per triwulan.

Dari total itu, petunjuk teknis menerangkan, dana BOS hanya bisa dialokasikan 10 persen saja.

Itu artinya, sambung Andi Palanggi, sekolah hanya dapat mengalokasikan Rp 2 juta untuk seluruh guru honorernya dalam tiga bulan.

"Tidak bisa lebih, karena nanti akan ada pengembalian," tegasnya.

Jalur pendanaan lain adalah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Namun, besarannya sangat bergantung pada kemampuan fiskal daerah.

"Kalau saya tidak salah, kemarin di Luwu Utara itu (bukan SMA) dia digaji Rp100 ribu per bulan. Itu tertulis sesuai kemampuan daerah," beber Andi Palanggi.

Di Kabupaten Luwu sendiri, lanjutnya, rata-rata honor daerah kini ditetapkan sebesar Rp300 ribu per bulan, yang dibayarkan per triwulan bersamaan dengan pencairan dana BOS.

Kata Andi Palanggi, harapan terbesar bagi guru honorer adalah jika mereka lolos Pendidikan Profesi Guru (PPG) dan mengantongi sertifikasi.

"Kalau dapat sertifikasi, dapat Rp 1,5 juta per bulan," tambahnya.

Namun, untuk mencapai tahap itu, seorang guru honorer harus terlebih dahulu terdaftar di Dapodik, memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), dan idealnya mengantongi SK dari pemerintah daerah.

Era Baru P3K Paruh Waktu

Di tengah kompleksitas ini, pemerintah pusat memberlakukan kebijakan baru.

Istilah honorer secara formal dihapus dari postur APBD, sesuai arahan Kementerian Dalam Negeri.

Kepala Bidang Keuangan, Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Luwu, Sarto, membenarkan perubahan nomenklatur ini.

"Sesuai aturan Kemendagri dalam postur APBD sudah tidak ada kata honorer lagi. Tapi yang ada itu Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) Paruh Waktu," katanya.

Ia menjelaskan, anggaran untuk P3K Paruh Waktu ini melekat pada SKPD masing-masing dinas.

"Metode penggajiannya akan ditransfer langsung ke rekening bersangkutan," akunya.

Untuk tahun anggaran 2025/2026, sambunt Sarto, Pemkab Luwu telah menyiapkan anggaran sekitar Rp7 miliar dari APBD untuk membayar P3K Paruh Waktu ini.

Laporan Jurnalis Tribun-Timur.com, Muh Sauki Maulana

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved