Rokok Ilegal
Rokok Ilegal 'Menggila' di Luwu Raya, Bea Cukai Sita 1,5 Juta Batang dalam 9 Bulan
KPPBC Tipe Madya Pabean C Malili telah menyita 1,5 juta batang rokok tanpa cukai hingga September 2025.
Penulis: Muh. Sauki Maulana | Editor: Muh Hasim Arfah
TRIBUN-TIMUR.COM, LUWU - Peredaran Rokok Ilegal di wilayah Luwu Raya semakin mengkhawatirkan.
Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean C Malili telah menyita 1,5 juta batang rokok tanpa cukai hingga September 2025.
Jumlah ini secara drastis melampaui total sitaan sepanjang tahun 2024 yang hanya mencapai sekitar 1 juta batang.
Peningkatan ini terungkap pasca-penyitaan 15 ribu batang rokok ilegal di kios-kios yang ada di Kecamatan Belopa dan Bajo, Kabupaten Luwu baru-baru ini.
Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan Bea Cukai Malili, Nurmansha Muhammad, membenarkan adanya kenaikan signifikan dalam jumlah penindakan.
"Tahun 2025 belum selesai, tapi jumlahnya sudah melampaui tahun sebelumnya," ujar Nurmansha saat diwawancarai pada Kamis (9/10/2025).
Baca juga: Disdag Makassar: Rokok Ilegal Masuk dari Pulau Jawa
Cerdiknya Penyelundup Kelabui Petugas
Bea Cukai membongkar berbagai modus operandi para penyelundup untuk mengedarkan barang haram tersebut.
Jalur paling sering dimanfaatkan adalah melalui Perusahaan Jasa Titipan (PJT) atau jasa kurir.
Para pelaku berusaha mengelabui petugas dengan menyamarkan paket kiriman.
Rokok ilegal disembunyikan di dalam paket lain.
"Modusnya lumayan banyak. Paketnya disamarkan, keterangannya berisi baju atau mainan, padahal di dalamnya ada rokok ilegal," jelas Nurmansha.
Selain itu, petugas juga kerap melakukan operasi pasar langsung ke kios-kios atau warung.
Para pedagang biasanya tidak memajang rokok ilegal di etalase, melainkan menyembunyikannya di tempat khusus.
Namun, petugas yang berpengalaman sudah hafal dengan trik-trik tersebut.

Harga Murah Jadi Pemicu Utama
Akar masalah dari maraknya peredaran rokok ilegal ini, menurut Bea Cukai, adalah hukum ekonomi sederhana: ada permintaan, maka ada pasokan.
Permintaan yang tinggi di tengah masyarakat dipicu oleh disparitas harga yang sangat jauh antara rokok legal dan ilegal.
"Perbedaannya cukup signifikan, bisa hampir setengah harga. Inilah yang menyebabkan kendala utama di lapangan," ungkap Nurmansha.
Faktor harga murah ini menjadikan semua kalangan sebagai pasar potensial, termasuk anak-anak sekolah yang memiliki daya beli terbatas.
Menyikapi hal ini, Bea Cukai tidak hanya mengandalkan penindakan.
Mereka gencar melakukan sosialisasi untuk menekan permintaan dari masyarakat.
Bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Luwu Timur dan Satpol PP, Bea Cukai turun langsung ke kecamatan-kecamatan untuk mengedukasi masyarakat, pelaku usaha, hingga pelajar.
"Kami menyadarkan masyarakat akan bahaya rokok ilegal dan ancaman hukuman bagi pengedar. Salah satu konsumen utama rokok ilegal ini, karena murah, adalah anak sekolah," tegasnya.
Butuh Peran Aktif Masyarakat
Staf Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan, Bangkit Kurniawan, menambahkan perang melawan rokok ilegal tidak bisa dimenangkan sendirian oleh Bea Cukai.
Partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat menjadi kunci.
"Selama pasarnya ada, itu akan menjadi kesempatan bagi penjual. Maka dari itu, kami sangat butuh partisipasi dari masyarakat maupun media untuk menekan peredarannya," kata Bangkit.
Kesadaran masyarakat untuk tidak membeli dan melaporkan peredaran rokok ilegal menjadi benteng pertahanan paling efektif.
Sebab, setiap batang rokok ilegal yang terjual tidak hanya merugikan kesehatan, tetapi juga menggerus pendapatan negara dari sektor cukai.(*)
Laporan Jurnalis Tribun-Timur.com, Muh Sauki Maulana
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.