TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Puluhan warga Desa Tanah Karaeng, Kecamatan Manuju, Kabupaten Gowa, mengadukan persoalan lahan yang digunakan untuk pembangunan Bendungan Jeknelata ke Gedung DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo, Kota Makassar, Selasa (26/8/2025).
Keluhan mereka sampaikan di Komisi D DPRD Sulsel bersama dengan kuasa hukum para warga.
Kuasa hukum Warga Tana Karaeng, Heri Samsudin, mengatakan terdapat tumpang tindih klaim kepemilikan atas tanah tersebut.
“Kalau dikatakan milik PTPN, tentu harus disertai bukti hak. Jika tidak ada, tidak bisa disebut milik mereka, apalagi disebut sebagai barang milik negara," katanya.
Menurutnya, lahan yang dijadikan lokasi bendungan pada dasarnya merupakan tanah negara atau tanah negara bebas.
Namun, PTPN mengklaim bahwa lahan tersebut adalah miliknya.
"Kalau ada pernyataan tanah itu pernah dibeli PTPN, berarti seakan-akan terjadi transaksi jual beli tanah negara di dalam negara," ungkapnya.
"Itu harus dibuktikan, karena jika benar, patut diduga ada kerugian negara,” tambah dia.
Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD Sulsel, Kadir Halid, yang memimpin rapat tersebut mengatakan aduan warga akan ditindaklanjuti.
Dari data yang masuk, terdapat 26 warga yang menguasai lahan seluas 20,9 hektare.
“Kalau lahan sudah dibebaskan, seharusnya tidak lagi menjadi hak warga," katanya.
Namun, persoalan muncul karena meski warga masih menguasai lahan dan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang diterbitkan pemerintah daerah, di sisi lain ada klaim bahwa lahan itu telah dibebaskan oleh perusahaan.
Tapi faktanya warga masih menguasai lahan, dan BPN tetap meminta mereka membayar. Nah, di sinilah letak masalahnya," jelasnya.
"Karena itu, kami minta kehadiran BPN untuk memberikan penjelasan,” tambah dia.(*)