Anggota DPR RI Fraksi Nasdem 'Balas Dendam' ke KPK Imbas OTT Abdul Azis di Momen Rakernas

Editor: Ansar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

BUPATI KOTIM - Bupati Kolaka Timur Abdul Azis (kanan) bersama PIC Kemenkes untuk pembangunan RSUD di Kolaka Timur Andi Lukman Hakim (kiri), PPK proyek pembangunan RSUD di Kolaka Timur Ageng Dermanto (kedua kiri), pihak swasta Deddy Karnady (kedua kanan) dan pihak swasta Arif Rahman (tengah) mengenakan rompi tahanan usai terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (9/8/2025) dini hari. KPK menahan Bupati Kolaka Timur Abdul Azis, PIC Kemenkes untuk pembangunan RSUD di Kolaka Timur Andi Lukman Hakim, PPK proyek pembangunan RSUD di Kolaka Timur Ageng Dermanto, pihak swasta Deddy Karnady dan pihak swasta Arif Rahman terkait kasus dugaan korupsi pembangunan RSUD Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara dengan megamankan barang bukti sebesar Rp 200 juta dari nilai proyek sebesar Rp 126,3 miliar. Anggota DPR Rudianto Lallo kritik KPK soal OTT Bupati Koltim, cari kesalahan tidak dibenarkan, penting jaga independensi agar tidak ditunggangi kepentingan politik TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Namun, ia memastikan, segala tindak-tanduk penanganan tetap dibatasi dengan aturan dan norma UU.

"Dengan batasan berdasarkan aturan norma undang-undang yang menjadi payung hukum yang bisa dilakukan oleh komisi pemberantasan korupsi," ucap dia.

Adapun terkait perkara Bupati Kolaka Timur, KPK sebelumnya menerima informasi dari masyarakat terkait pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kolaka Timur.

Setelahnya, informasi itu diolah dengan berbagai sumber terlebih dahulu hingga terbit surat perintah yang ditandatangani pimpinan.

KPK kemudian melakukan penyadapan hingga pengamanan ke lapangan. OTT pun tidak hanya dilakukan di satu tempat, melainkan ke beberapa tempat seperti Jakarta dan Kendari.

Setelah mendapatkan informasi dari sejumlah pihak yang ditangkap dari dua daerah itu, KPK mendapatkan informasi bahwa uang korupsi mengalir kepada pejabat dan kepala daerah, dalam hal ini Bupati Kolaka Timur.

"Waktu itu posisinya yang bersangkutan, tim menganggap bahwa ada di lokasi tersebut atau masih di sekitar pulau tersebut atau di provinsi tersebut, tapi ternyata yang bersangkutan sudah meninggalkan tempat dan sudah berada di tempat lain," jelas Setyo.

"Jadi posisinya kami lakukan pengembangan tindakan penyelidikan dengan melakukan pengejaran ke tempat tersebut," bebernya.

OTT bukan istilah KPK
Terkait penggantian terminologi OTT, Setyo mengeklaim singkatan itu bukan istilah yang biasa digunakan KPK.

Istilah itu justru muncul dari masyarakat, ketika mengetahui KPK melakukan tangkap tangan.

"Jadi terminologi OTT ini sebenarnya kami tidak pernah menyampaikan pimpinan, ini adalah terminologi yang mungkin menjadi sebuah kebiasaan, budaya atau masyarakat menganggap ini adalah sebuah istilah, OTT operasi tertangkap tangan," tuturnya.

Baca juga: Sahroni Minta KPK Ganti Istilah OTT Usai Kader Nasdem Diciduk

Setyo bilang, KPK memilih istilah lain dalam operasi.

KPK hanya menyebut aktivitas penangkapan itu dengan sebutan tindakan penyelidikan.

Hal ini kata dia, diatur dalam Pasal 102 ayat (1) Undang-Undang (UU) KPK yang berbunyi "Penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai wewenang untuk melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana korupsi".

"Kami dari KPK sendiri mensikapi atau menyebut sebenarnya adalah dengan sebutan tindakan penyelidikan, sebagaimana diatur dalam pasal 102 ayat 1 dan ayat 2," ungkap Setyo. (*)

Berita Terkini