Saat ini, Satgas belum menjalin kerja sama formal dengan lembaga eksternal seperti LSM atau lembaga hukum.
Namun mereka tetap berupaya membangun kolaborasi dengan kampus lain untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman.
"Kami masih mampu menangani kasus secara internal. Rekomendasi yang kami ajukan kepada rektor sejauh ini selalu diterima dan didukung penuh," katanya.
Selain menangani kasus, Satgas PPKS UNM juga sedang merancang kebijakan jangka panjang. Salah satunya adalah mengintegrasikan peran dosen sebagai bagian dari sistem perlindungan kampus.
"Kami berupaya agar dosen dapat menjadi garda terdepan dalam memberikan penanganan awal jika terjadi kasus kekerasan seksual. Edukasi ini akan kami masukkan ke dalam kurikulum, tanpa menambah mata kuliah baru," jelasnya.
Kebijakan tersebut bertujuan menciptakan kesadaran kolektif bahwa pencegahan kekerasan seksual adalah tanggung jawab bersama seluruh civitas akademika, bukan hanya korban atau Satgas.
Satgas PPKS UNM terus berupaya membangun budaya peduli melalui edukasi, pendampingan, dan penyusunan regulasi. Ririn menyadari, perjuangan ini tidak mudah dan masih panjang. Namun, setiap langkah kecil memiliki dampak besar.
"Kami berkomitmen menciptakan ekosistem kampus yang aman, di mana semua orang merasa didengar dan dilindungi. Keberhasilan kami bukan hanya menyelesaikan laporan, tapi memastikan tak ada mahasiswa yang takut untuk melapor," tutup Ririn.
Ririn menambahkan, di tahun 2024 tercatat 7 kasus masuk di Satgas dan ditangani Satgas. (*)