Lipsus Kekerasan Seksual

Dugaan Pelecehan Dosen ke Mahasiswa, PPKS UNM: Tanpa Laporan, Satgas Tak Bisa Bertindak

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SATGAS TAK DILAPORI-Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Universitas Negeri Makassar (UNM) melakukan penyusunan Pedoman dan Standar Operasional dan Prosedur (SOP) terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan Universitas Negeri Makassar di Four Point by Sheraton Makassar, Sabtu (17/8/2024). anggota Satgas PPKS UNM, Ririn Nurfaathirany Heri, menegaskan pihaknya tidak dapat mengambil tindakan tanpa adanya laporan resmi dari korban.

TRIBUN-TIMUR.COM- Menanggapi tuduhan pelecehan seksual yang melibatkan seorang dosen pria dan mahasiswanya, anggota Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Universitas Negeri Makassar (Satgas PPKS UNM), Ririn Nurfaathirany Heri, menegaskan pihaknya tidak dapat mengambil tindakan tanpa adanya laporan resmi dari korban. 

Ririn menjelaskan, Satgas PPKS hanya memproses dan menyelidiki kasus jika ada laporan resmi, baik dari korban secara langsung maupun melalui pihak yang mewakili. 

"Kami hanya bisa memberikan klarifikasi. Tanpa laporan resmi, kami tidak bisa melakukan penindakan," kata Ririn saat ditemui Tribun-Timur.com di The Lokal Kafe, Jl Tupai, Makassar, pada 22 Februari 2025. 

Ia menegaskan bahwa Satgas bekerja berdasarkan regulasi yang berlaku, di antaranya peraturan menteri, sekretaris jenderal, peraturan rektor, serta SOP dan modul yang telah disusun secara khusus. 

Ririn menambahkan, Satgas PPKS UNM tidak diizinkan bertindak tanpa laporan resmi. Kebijakan ini untuk menghormati keputusan korban serta mencegah tekanan psikologis tambahan bisa timbul selama proses penanganan. 

Kasus pelecehan seksual di kampus, kata Ririn, merupakan ancaman nyata bagi mahasiswa. 

Namun peningkatan jumlah laporan tidak berarti kampus gagal menjaga ruang aman. Sebaliknya, hal tersebut menunjukkan bahwa kesadaran mahasiswa untuk bersuara semakin tinggi. "Keberhasilan kami tidak bisa diukur dari banyaknya laporan. 

Bisa saja orang enggan melapor karena tidak tahu ke mana harus pergi atau merasa takut untuk bersuara," ujarnya. 

Menurut Ririn, nol laporan bukan berarti kampus bebas dari kekerasan seksual, tetapi justru bisa menunjukkan rendahnya kesadaran atau kepercayaan untuk melapor. 

Dalam satu tahun terakhir, Satgas PPKS UNM telah menangani delapan kasus kekerasan seksual. 

Ia menilai, angka ini merupakan sinyal positif bahwa mahasiswa mulai berani menyampaikan pengalaman mereka. 

"Ini menandakan bahwa sosialisasi yang kami lakukan mulai membuahkan hasil. Mahasiswa sudah tahu ke mana harus melapor jika mengalami atau mengetahui kekerasan seksual," lanjutnya. 

90 Persen Kasus Ditangani Tuntas 

Meski menghadapi keterbatasan sumber daya, Satgas PPKS UNM mengklaim berhasil menyelesaikan sekitar 90 persen kasus yang masuk selama satu tahun terakhir. 

"Kami memang belum memiliki fasilitas yang sepenuhnya ideal, tapi dengan tim yang ada, kami cukup efektif menangani laporan yang masuk," terang Ririn. 

Saat ini, Satgas belum menjalin kerja sama formal dengan lembaga eksternal seperti LSM atau lembaga hukum. 

Namun mereka tetap berupaya membangun kolaborasi dengan kampus lain untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman. 

"Kami masih mampu menangani kasus secara internal. Rekomendasi yang kami ajukan kepada rektor sejauh ini selalu diterima dan didukung penuh," katanya. 

Selain menangani kasus, Satgas PPKS UNM juga sedang merancang kebijakan jangka panjang. Salah satunya adalah mengintegrasikan peran dosen sebagai bagian dari sistem perlindungan kampus. 

"Kami berupaya agar dosen dapat menjadi garda terdepan dalam memberikan penanganan awal jika terjadi kasus kekerasan seksual. Edukasi ini akan kami masukkan ke dalam kurikulum, tanpa menambah mata kuliah baru," jelasnya. 

Kebijakan tersebut bertujuan menciptakan kesadaran kolektif bahwa pencegahan kekerasan seksual adalah tanggung jawab bersama seluruh civitas akademika, bukan hanya korban atau Satgas. 

Satgas PPKS UNM terus berupaya membangun budaya peduli melalui edukasi, pendampingan, dan penyusunan regulasi. Ririn menyadari, perjuangan ini tidak mudah dan masih panjang. Namun, setiap langkah kecil memiliki dampak besar.  

"Kami berkomitmen menciptakan ekosistem kampus yang aman, di mana semua orang merasa didengar dan dilindungi. Keberhasilan kami bukan hanya menyelesaikan laporan, tapi memastikan tak ada mahasiswa yang takut untuk melapor," tutup Ririn. 

Ririn menambahkan, di tahun 2024 tercatat 7 kasus masuk di Satgas dan ditangani Satgas. (*) 

Berita Terkini