Opini

Tahun Penuh Tipu Daya

Editor: Sudirman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

OPINI - Aswar Hasan, Dosen Fisipol Unhas

Jangankan rendah hati dalam ketidaktahuan, banyak orang justru merasa bangga dengan kebodohan atau ketidaktahuan mereka.

Mereka menolak belajar lebih lanjut, dan justru mengejek yang berpengetahuan sebagai “elit sombong”.

4. Ilmu dan fakta dianggap sekadar opini.

Kebenaran ilmiah disamakan dengan opini pribadi.

Misalnya, fakta tentang perubahan iklim atau vaksinasi dianggap setara dengan “pendapat pribadi” yang tidak berdasar.

5. Media sosial di sekitar mereka membentuk gelembung pengetahuan.

Orang hanya mengikuti informasi yang mengonfirmasi pandangan pribadinya (confirmation bias), bukan yang menantang atau memperluas wawasan.

Ini menciptakan ruang gema yang mematikan diskusi sehat.

6. Pendidikan Tanpa Kedalaman.

Nichols mengkritik sistem pendidikan modern yang terlalu menekankan pada perasaan baik (feel good) daripada kemampuan berpikir kritis dan analitis.

Akibatnya, banyak lulusan yang merasa “tahu banyak” tapi tidak bisa membedakan antara pengetahuan dan opini.

Implikasi dari matinya kepakaran tersebut, mengakibatkan keputusan publik jadi sembrono, demokrasi melemah, karena debat berbasis fakta tak lagi dihargai.

Ujung- ujungnya muncullah para Ruwaibidhah modern, sebagaimana digambarkan dalam hadis Nabi tersebut di atas. Wallahu a’lam bisawwabem

Berita Terkini