“Serangkaian insiden ini merupakan upaya sistematis untuk membungkam media dan jurnalis, agar tidak lagi memberitakan kesalahan dan pelanggaran yang terjadi di sekeliling kita,” kata Wahyu Dhyatmika, Ketua Umum AMSI.
“Jika dibiarkan, maka era pers bebas yang diperjuangkan pada era Reformasi 1998, akan lenyap, berganti menjadi pers yang hanya melaporkan narasi tunggal pemerintah.”
Sebagai negara demokratis, Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menjamin kemerdekaan pers.
Jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan, tersedia mekanisme hak jawab, hak koreksi, dan mediasi melalui Dewan Pers sebagai jalur penyelesaian yang beradab, tanpa kekerasan.
“Langkah-langkah di luar mekanisme hukum, termasuk intimidasi dan serangan fisik, adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan dalam sistem demokrasi yang sehat,” kata Sekjen AMSI Maryadi.
“Kejelasan dan transparansi dalam penegakan hukum akan menjadi faktor krusial dalam mencegah eskalasi lebih lanjut dan memberikan rasa aman bagi jurnalis serta pelaku industri media,” tegas Maryadi.
Agar serangkaian serangan ini tidak berpengaruh buruk pada kesinambungan industri media dan ekosistem digital di indonesia, AMSI merekomendasikan sejumlah langkah berikut:
Polisi harus mengusut tuntas dan mengungkap pelaku intimidasi dan kekerasan yang menimpa jurnalis di berbagai daerah, dan mengungkap dalang pengiriman bangkai ke kantor Tempo.
Pemerintah harus menjamin keamanan jurnalis dan pekerja media yang berpotensi menjadi sasaran intimidasi dan kekerasan.
Perusahaan media harus bersama-sama memperkuat sistem keamanan digital dan memperhatikan keselamatan jurnalis di lapangan.
Sebagai organisasi yang menaungi 400 lebih perusahaan media siber di Indonesia, AMSI berkomitmen untuk terus mendukung anggotanya dalam menghadapi masa yang sulit ini.