Anggota Komisi I DPR Deng Ical Wacanakan Omnibus Law Jurnalisme dan Komunikasi

Editor: Edi Sumardi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

WACANA OMNIBUS LAW - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKB, Syamsu Rizal menjawab pertanyaan sejumlah jurnalis dalam wawancara di sela hearing dengan pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Makassar, di Sekretariat AJI, Jl Toddopuli 10, Makassar, Sulsel, Sabtu (10/5/2025). Dalam hearing tersebut, dia mewacanakan adanya omnibus law jurnalisme dan komunikasi.

MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKB, Syamsu Rizal mewacanakan perlunya peninjauan ulang sejumlah regulasi yang mengatur dunia jurnalisme dan komunikasi agar sesuai dengan dinamika zaman, terutama terutama melihat perkembangan media digital.

Regulasi tersebut, yakni UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE, dan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

“Sudah saatnya (regulasi) di dunia jurnalisme diperbaharui agar mampu beradaptasi dengan perkembangan aktual, termasuk media digital. Kita butuh regulasi yang kuat untuk menata ulang ini,” kata Deng Ical, sapaan akrab Syamsu Rizal.

Hal itu disampaikan Deng Ical saat hearing dengan pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Makassar, di Sekretariat AJI, Jl Toddopuli 10, Makassar, Sulsel, Sabtu (10/5/2025).

AJI yang getol menyuaran perlindungan dan profesionalisme jurnalis dianggap sangat penting memberi masukan kepada Komisi I yang membidangi komunikasi dan informatika, pertahanan, luar negeri, dan intelijen itu.

Menurut Deng Ical, dari peninjauan ulang keempat UU itu, jika dianggap penting, perlu ada omnibus law jurnalisme dan komunikasi.

Menanggapi wacana tersebut, Sekretaris AJI Makassar, Ardiansyah Hendartin juga menilai perlu regulasi yang kuat agar profesi jurnalis semakin terlindungi dan dihargai, produk jurnalistik semakin berkualitas, dan jurnalis semakin profesional.

"Tolak ukur profesionalisme media dan jurnalis harus terikat melakui regulasi yang kuat. Hal itu penting agar industri media bisa tetap survive dan kualitas jurnalisme bisa tetap terjaga bahkan ditingkatkan," kata Ardiansyah.

Dia juga mendorong regulasi tersebut bisa membuat dunia jurnalis bebas dari "wartawan abal-abal" yang kerap mencoreng citra profesi ini di mata publik.

Deng Ical mengaku prihatin melihat kondisi jurnalisme saat ini yang dinilainya tengah menghadapi ancaman serius.

Jika tidak segera dibenahi, jurnalisme berisiko hanya menjadi kenangan.

Salah satu ancaman utama datang dari menjamurnya praktik pewarta warga (citizen reporter) yang kerap tidak mengindahkan kode etik jurnalistik.

Ia menilai, saat ini banyak orang yang menjalankan aktivitas mirip jurnalis seperti mencari, mengolah, dan menyebarkan informasi, namun tanpa dilandasi tanggung jawab etis dan tujuan edukatif.

“Semua orang sekarang bisa menjadi penyebar informasi. Tapi belum tentu informasi itu produktif, positif, atau membuat masyarakat menjadi well-informed,” ujar mantan Wakil Wali Kota Makassar itu.

Deng Ical menekankan pentingnya membangun jurnalisme profesional yang tidak hanya mengedepankan keterampilan teknis, tetapi juga tanggung jawab moral.

Halaman
12

Berita Terkini