DPRD Makassar

6 Mahasiswa Bikin Kafe Pakai Duit Kredit Rp 800 Juta, Ditolak Warga dan Dimediasi DPRD Makassar

Penulis: Siti Aminah
Editor: Edi Sumardi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

RDP DPR - Suasana Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi C DPRD Kota Makassar di Ruang Badan Anggaran (Banggar) DPRD Makassar, Jl Andi Pangerang Petta Rani, Makassar, Sulsel, Jumat (28/2/2025). Rapat tersebut membahas soal keberadaan sebuah kafe yang ditolak warga.

MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM - Komisi C DPRD Kota Makassar memberi kesempatan kepada pemilik salah satu kafe di kompleks PT Pusri, Jl Asoka, Makassar, Sulsel untuk beroperasi kembali. 

Keputusan tersebut diambil usai rapat dengar pendapat (RDP) di Ruang Badan Anggaran (Banggar) DPRD Makassar, Jl Andi Pangerang Petta Rani, Makassar, Sulsel, Jumat (28/2/2025). 

Rapat itu dihadiri oleh warga mompleks PT Pusri, Jalan Asoka dan manajemen kafe.

Mulanya, keberadaan kafe ini mendapat penolakan dari warga kompleks PT Pusri, Jalan Asoka. 

Dalam rapat tersebut, Anggota Komisi C DPRD Makassar, Sangkala Saddiko, menyesalkan munculnya penolakan setelah kafe beroperasi selama 9 bulan. 

Ia menilai bahwa pemilik usaha telah memenuhi berbagai persyaratan yang ditentukan, sehingga seharusnya tidak ada hambatan dalam menjalankan bisnisnya.

"Jika memang dianggap melanggar aturan, mengapa tidak dicegah sejak awal? Kenapa baru setelah usaha berjalan, muncul penolakan dari warga?" ujarnya.

Sangkala juga menyoroti dampak finansial yang dialami pemilik kafe. 

Usaha ini dijalankan oleh 6 mahasiswa yang secara kolektif mengambil kredit sebesar Rp800 juta. 

Mereka harus membayar cicilan dan bunga pinjaman setiap bulan, sehingga penghentian usaha tanpa solusi yang jelas akan semakin membebani mereka.

"Ini kasihan, mereka sudah berjuang membangun usaha, tapi tiba-tiba dihadapkan pada persoalan seperti ini. Mereka tetap harus membayar cicilan kredit, sementara usaha mereka justru terancam tutup," katanya menambahkan.

Wakil Ketua Komisi C DPRD Makassar, Fasruddin Rusli, juga menyoroti pentingnya mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), terutama yang dijalankan oleh anak muda. 

Ia mempertanyakan mengapa sejak awal tidak ada rembuk warga untuk mengantisipasi permasalahan ini.

"Saya pikir yang perlu kita kaji adalah bagaimana UMKM di Makassar, khususnya usaha adik-adik kita ini, bisa diluruskan," ujarnya. 

"Saya dengar mereka pakai uang bank. Kenapa saat awal pembangunan tidak ada rembuk warga? Tapi setelah berjalan, baru ada masalah seperti ini. Kalau mereka mengambil kredit, pasti ada surat rumah yang dititipkan di bank. Ini bisa berdampak negatif bagi mereka," sambung Fasruddin mengatakan.

Halaman
12

Berita Terkini