“Hukuaman penjara paling singkat 5 tahun maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar,” bebernya.
Ia menjelaskan sudah ada sekitar 8 saksi yang diperiksa atas kasus ini, termasuk orang tua korban.
“Sejauh ini ada 6 orang perwakilan korban yang dimintai keterangan, dan masih ada korban lainnya yang akan dimintai keterangan,” sebutnya.
Pandu mengatakan pelecehan seksual ini terjadi pada tanggal 4 November lalu.
Namun, baru diketahui oleh orang tua korban beberapa waktu terakhir.
Sempat Dimediasi
Kepala Kementerian Agama Maros, Muhammad, mengungkapkan lokasi pelecehan terhadap 20 santriwati di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Muhammad menyebutkan insiden tersebut terjadi di Pesantren Hj Haniah, Kecamatan Simbang.
“Lokasinya di Pesantren Hj Haniah, kami telah mengkonfirmasi kepada pihak pesantren, kejadiannya itu bulan November lalu,” ujarnya, Jumat (6/12/2024).
Ia mengatakan, sebelum terungkap ke publik, pihak pesantren telah mencoba langkah mediasi antara guru dan orang tua santri.
“Setelah dimediasi, sebenarnya sudah selesai, namun ada orang tua dari santri yang keberatan dan akhirnya melapor ke polisi,” sebutnya.
Muhammad menjelaskan, dari keterangan pihak pesantren, diketahui bahwa Abdul Haris (40), yang mengajarkan bahasa Arab, memang memiliki kebiasaan menepuk pundak santri jika hafalan yang disetorkan tidak cukup.
“Saat menyetor hafalan, santriwati itu tidak sendiri, selalu bersama temannya, dan sang ustad itu hanya menepuk-nepuk. Mungkin saat ditepuk itu kena bagian vital,” bebernya.
Muhammad menegaskan bahwa Abdul Haris kini telah dikeluarkan dari pesantren tak lama setelah kejadian ini.
“Ustad ini bukan ASN, tapi tenaga honorer dan sudah tidak aktif. Yang diajarkan bukan hafalan Al-Qur'an dan tahfiz, melainkan bahasa Arab,” imbuhnya.