TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendapatan Wilayah Makassar 1 nonaktif, Yarham Yasmin dijatuhi hukuman tiga bulan penjara dan denda sebesar Rp4 juta.
Yarham Yasmin terbukti melanggar Pasal 188 juncto Pasal 71 Ayat 1 Undang- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota menjadi Undang-
Yarham Yasmin terbukti mengkampanyekan salah satu pasangan calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel).
Pakar Hukum Universitas Hasanuddin, Prof Anwar Borahima mengatakan, hukuman dijatuhkan kepada Yarham Yasmin sudah sesuai.
Sebab, dalam Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota mengatur hukuman minimal dan hukuman maksimal.
Berbeda dengan Undang-Undang Pemilihan Umum hanya ada hukuman maksimal.
“Dalam ketentuan Pasal 188 Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota itu sebelumnya satu bulan minimal dan maksimal enam bulan. Kan itu di antara satu-enam bulan, lumayan itu (tiga bulan), berarti dua per tiganya,” terangnya saat dihubungi melalui telepon, Selasa (19/11/2024).
“Denda minimum Rp600 ribu, maksimal Rp6 juta. Sudah cukup bagus. Itu sebagai pembelajaran bagi ASN,” tambah Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin ini.
Meski menjalani hukuman, Yarham Yasmin tak ditahan. Ia baru akan menjalani hukuman jika melanggar dalam masa percobaan enam bulan.
Menurut Prof Anwar, hukuman itu tak akan memberikan efek jera. Harusnya, Yarham Yasmin tetap dijebloskan ke dalam penjara.
Walau memang hukum pidana kalau kurang satu tahun tak dijebloskan ke penjara.
“Harusnya masuk penjara, jangan hanya percobaan. Memang kalau pidana kurang satu tahun tidak masuk, sehingga tidak memberikan efek jera,” tuturnya.
Disampaikan, Prof Anwar Borahima, ASN sendiri kadang memang ada yang mendukung paslon dalam Pilkada karena menginginkan jabatan.
Ada pula yang takut dimutasi, utamanya ke daerah yang jauh. Namun, kata dia, harusnya itu tak jadi masalah, karena seorang ASN bersedia ditempatkan di seluruh Indonesia.
“Jabatan (jenjang jabatan) sekarang hancur. Ke depan perlu ada seleksi penempatan kepada seluruh ASN, bukan hanya eselon dua,” tegas mantan Panwaslu Kabupaten Pangkep ini.