PWNU Sulsel

Semua Akan NU pada Waktunya: Antara Keikhlasan dan Kepentingan Sesaat

Editor: AS Kambie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Zainuddin Endy, Generasi Muda NU

Oleh : Zaenuddin Endy 
Generasi Muda NU

TRIBUN-TIMUR.COM - Adagium “Semua akan NU pada waktunya” mungkin sudah sering kita dengar di berbagai kesempatan, terutama menjelang momen-momen politik besar seperti pemilu.

 Bukan tanpa alasan ungkapan ini menjadi populer.

Sebab, ada kenyataan bahwa banyak pihak tiba-tiba menampilkan identitas ke-NU-annya atau berupaya mendekati organisasi Nahdlatul Ulama (NU) ketika suara rakyat menjadi rebutan. 

Tapi, pertanyaannya adalah, apakah menjadi bagian dari NU sebatas strategi politis, atau seharusnya berakar dari kepercayaan tulus pada nilai-nilai dan tradisi yang dijunjung tinggi oleh NU?

Menjadi NU: Lebih dari Sekadar Label

Menjadi bagian dari NU, atau sekadar mengidentifikasi diri sebagai “NU”, seharusnya bukanlah sekadar pencitraan untuk meraih dukungan elektoral.

NU adalah organisasi yang memiliki sejarah panjang dalam mengawal nilai-nilai keislaman di Indonesia, dengan fokus pada moderasi, toleransi, dan pendekatan kultural dalam beragama.

Oleh karena itu, ke-NU-an seseorang semestinya tidak hanya ditampilkan pada masa-masa tertentu, apalagi hanya demi mengais suara dalam pemilu.

Jika pendekatan ke-NU-an didasarkan pada desain yang matang dan perencanaan yang jelas, maka hal itu bisa menciptakan hubungan yang berkelanjutan.

 Kepercayaan pada kredibilitas NU sebagai sebuah jalan hidup dan organisasi sosial-keagamaan yang genuine akan tumbuh seiring waktu.

Proses ini tidak bisa dipaksakan atau sekadar dimanipulasi dengan berbagai macam strategi komunikasi.

Ke-NU-an yang demikian akan menghasilkan loyalitas yang ikhlas dan bersifat ideologis, di mana orang-orang benar-benar meyakini dan mengamalkan nilai-nilai yang dipegang NU dalam kehidupan sehari-hari.

Bahaya Ke-NU-an Musiman: Menjadikan NU Alat Tawar-Menawar Kekuasaan

Masalahnya adalah, ketika banyak pihak mendekati NU atau bahkan mengklaim diri sebagai bagian dari NU hanya demi kepentingan sesaat, maka yang terjadi adalah ke-NU-an yang musiman.

Pada masa kampanye politik, NU menjadi pusat perhatian. Para calon pejabat, partai politik, bahkan para pebisnis mendadak “menjadi NU” atau mengklaim diri dekat dengan tokoh-tokoh NU untuk mendapatkan dukungan.

Halaman
123

Berita Terkini