Padahal gaji mereka dibanding aparatur lainnya, gajinya sudah tergolong tinggi, namun dirasakan masih rendah.
Hakim sebagai wakil Tuhan di muka bumi dapat memvonnis tersangka berdasarkan keyakinan mereka. Hukuman mati, hukuman seumur hidup hingga bebas tergantung keyakian dan hati nurani hakim.
Namun tangisan itu ternyata bersambut gembira karena dijanjikan akan ditinjau kembali oleh presiden terpilih Prabowo Subianto. Peninjauan ini berupa peningkatan
penghasilan agar dapat maksimal kerjanya sebagai wakil Tuhan. Rupanya tangisan hakim ini diikuti juga oleh rintihan guru honorer atau semacamnya yang berpenghasilan jauh di bawah upah minimum setempat.
Itupun dibayarkan mungkin per 3 bulan sekali. Semoga tangisan guru-guru ini juga direspons cepat oleh penguasa. Sebuah pilihan profesi yang menantang.
Mungkin profesi lainnya juga akan menuntut hal yang sama. Jika ini terjadi maka sudah sewajarnya dijadikan hari Menangis Nasional untuk meningkatkan kesejahteraan.
Menangis milik semua orang. Sandra Dewi, istri dari terdakwa kasus dugaan korupsi di PT Timah Tbk, Harvey Moeis, tidak dapat menahan air matanya saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.
Ia mengungkapkan kesulitan finansial yang dialaminya setelah sejumlah rekening miliknya dan suaminya diblokir oleh Kejaksaan Agung.
Saat pengacara bertanya mengenai rekening yang diblokir, Sandra mengkonfirmasi bahwa rekening tersebut termasuk rekening anak-anaknya.
Orang sekelas Sandara Dewi saja dapat menangis, bagaimana lagi dengan rakyat jelata yang miskin papa ?
Tangisan rakyat miskin tidak akan terdengar. Sekeras dan senyaring apapun hanya akan terlewatkan ditelan angin.
Tersangka kematian Vina Cirebon menangis di pengadilan akankah mengubah keputusan Hakim ? Naikkan dulu gajinya !