Cek Perusahaan di KIMA, KPPU RI Dorong BUMN dan Swasta Punya Hak Setara Gunakan LNG

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) RI M Fanshurullah Asa memantau persaingan usaha di Kawasan Industri Makassar (KIMA). Direktur Utama PT KIMA Alif Abadi Menyambut kedatangan Fanshurullah Asa di Kantornya, Sabtu (3/8/2024).

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Ketua Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) RI M Fanshurullah Asa memantau persaingan usaha di Kawasan Industri Makassar (KIMA).

Fanshurullah Asa bertemu Direktur Utama PT KIMA Alif Abadi di Kantornya, Sabtu (3/8/2024).

KPPU RI turun langsung dalam memantau persaingan usaha di KIMA.

Sesuai Undang-Undang No 5 Tahun 1999, Fanshurullah mengaku KPPU punya tugas mengawasi persaingan usaha yang sehat.

KIMA pun dilihat sebagai pusat industri strategis di Kawasan Indonesia Timur.

"Kami ke sini sampling melihat KIMA ini satu-satunya dimiliki pemerintah dengan investasi BUMN yang sangat strategis, karena menjadi support untuk perekonomian di Sulsel bahkan Indonesia Timur. Salah satu lebih efisien di sektor energi," jelas Fanshurullah.

KPPU melihat ada sumber energi alternatif dari gas yang bisa digunakan pada KIMA, yakni Liquified Natural Gas (LNG).

LNG disebut Fanshurullah pernah digunakan salah satu perusahaan di KIMA.

Namun penggunaan LNG tidak bertahan lama, lalu beralih Kembali ke LPG ((Liquefied Petroleum Gas).

"Di sini kami dapat info sudah ada potensi energi alternatif langsung dengan gas. Ada 3 jenis gas, ada gas bumi melalui pipa, ada CNG dan LNG. Kami dapat info awal bahwa di sini pernah masuk LNG, gas bumi yang didinginkan dengan minus sekian drajat. Salah satu tenant PT Wastek dulu sudah gunakan LNG 2 tahun, masuk sini 2020 pakai LNG tapi 2023 stop," katanya.

Ketua KPPU RI melihat penggunaan LNG lebih efektif dibanding LPG.

LPG disebutnya kurang efektif digunakan sebab 75 persen diimpor dari negara luar.

LNG bisa menggunakan hasil produksi dalam negeri dari Pulau Kalimantan maupun Jawa.

Dengan menggunakan LNG, Fanshurullah menyebut bisa menekan biaya yang hilang akibat impor gas.

"Ini mesti kita ganti dengan LNG karena tidak perlu diimpor, ada di Bontang, Jawa, ini mengurangi devisa kita yang hilang karena impor, dan memanfaatkan dalam negeri ketimbang hanya diekspor. Jadi mestinya gas sebagai faktor produksi, kami kaji kenapa LNG yang tadinya jalan kok stop," jelasnya.

Halaman
12

Berita Terkini