Pilpres 2024

Jawaban Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Disebut Tak Netral di Pilpres 2024

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin merespon ucapan hakim soal dirinya tak netral di Pilpres 2024  

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Nama Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin ikut disebut dalam sidang sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) di Mahkamah Konstitusi (MK).

Saat itu, nama Bahtiar Baharuddin disebut tak netral.

Padahal Bahtiar Baharuddin merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ditugaskan sebagai Pj Gubernur Sulsel.

Jabatan Bahtiar Baharuddin merupakan Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum.

Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin tak ingin berkomentar banyak soal hal tersebut.

"Jangan saya respon karena sudah di MK kan," jelas Bahtiar Baharuddin saat dikonfirmasi tribun-timur.com, Rabu (24/4/2024).

Bahtiar heran dengan hal tersebut.

Pasalnya selama ini Bahtiar Baharuddin tidak pernah berurusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Nah itu makanya (heran)," jelas Bahtiar Baharuddin.

Baca juga: 6 Pj Gubernur Terbukti Ikut Menangkan Prabowo-Gibran, Hakim MK: Termasuk Sulsel

Sebelumnya, dalam sidang sengketa Pilpres 2024, Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra mengungkapkan bahwa enam Penjabat (Pj) Gubernur tidak netral dalam proses pemilihan. 

Salah satu dari keenam penjabat Gubernur yang disebut adalah Penjabat Gubernur Sulawesi Selatan, Bahtiar Baharuddin.

Sementara lima di antaranya, Pj Gubernur Sumut Hassanudin, Pj Gubernur Heru Budi Hartono, Pj Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana, Pj Gubernur Kalbar Harisson, dan Pj Gubernur Banten Al Muktabar.

Menurut Hakim MK, Saldi Isra, mereka turut serta membantu memenangkan pasangan Capres-Cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Temuan ini meliputi pelanggaran netralitas yang mencakup penggerakan aparatur sipil negara (ASN).

Tak hanya itu, terlibat dalam pengalokasian dana desa sebagai dana kampanye, dan ajakan terbuka kepada pemilih. 

Kasus ini juga mencakup pembagian bantuan sosial (bansos) dengan menggunakan kantong yang identik dengan calon tertentu.

Serta penyelenggaraan kegiatan massal yang menunjukkan keberpihakan terhadap calon tertentu.

Penyelenggaraan kegiatan massal juga disoroti, dimana baju dan kostum yang digunakan menunjukkan keberpihakan terhadap calon tertentu.

Hakim Saldi Isra menegaskan, bahwa temuannya didasarkan pada keterangan dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) serta fakta yang terungkap dalam persidangan, Senin (22/4/2024) lalu.

"Saya menemukan bahwa terdapat masalah netralitas Pj kepala daerah dan pengerahan kepala desa yang terjadi, antara lain, di Sumatera Utara, Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Sualawesi Selatan," kata Saldi Isra.

Selanjutnya, Hakim Saldi Isra juga menyebutkan bahwa ajakan memilih pasangan calon di media sosial dan gedung milik pemerintah merupakan pelanggaran tambahan terhadap netralitas. 

Praktik ini menunjukkan penggunaan sumber daya dan fasilitas publik untuk kepentingan politik tertentu, yang dapat merusak integritas proses demokrasi.

Hal ini menunjukkan upaya nyata untuk memengaruhi opini publik dalam proses pemilihan.

"(Terdapat temuan) ajakan memilih pasangan calon di media sosial dan gedung milik pemerintah,” tambahnya.

Pakar Politik Peringatkan Dampak Ketidaknetralan Pj Gubernur dalam Pemilu terhadap Pilkada di Sulsel

Baca juga: Menang di Pilpres 2024, Relawan Bergerak 1912 Panaskan Mesin Dukung Kandidat Pilgub Sulsel 2024

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unismuh Makassar, Handam prihatin atas dampak potensial ketidaknetralan Penjabat Gubernur (Pj Gubernur) dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Menurutnya, ketidaknetralan Pj Gubernur akan berefek pada Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024, termasuk Pilgub Sulsel.

Alumni S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Hasanuddin (Unhas) menekankan bahwa hal ini dapat merembet ke tingkat lokal dan mengganggu integritas proses demokratis di tingkat provinsi, maupun kabupaten/kota.

Ketidaknetralan Pj Gubernur dalam pemilihan nasional dapat menciptakan ketidakpercayaan terhadap lembaga dan proses demokratis secara keseluruhan. 

Hal ini dapat mempengaruhi persepsi publik terhadap integritas dan keadilan dalam proses pemilihan, termasuk Pilgub Sulsel.

"Pasti akan berefek ke Pilgub Sulsel, karena politik yang lahir dari Pemilu kemarin itu akan menggambarkan kekuatan pilkada serentak nantinya," kata Handam kepada Tribun-Timur, Rabu (24/4/2024).

"Pihak paslon terpilih ini tentunya lebih memiliki kekuatan untuk membangun formasi politik di tingkat daerah. Parahnya lagi jika program bansos, mobilisasi kades maupun ASN, itu dimanfaatkan lagi demi menangkan paslon tertentu," tambahnya.

Olehnya, langkah-langkah ekstra perlu diambil untuk memastikan bahwa proses pilkada di Sulsel berlangsung dengan adil dan transparan.

Soroti Kinerja Bawaslu Sulsel terkait Ketidaknetralan Pj Gubernur dalam Pilpres 2024

Handam mempertanyakan kinerja Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sulawesi Selatan (Sulsel) terkait kasus ketidaknetralan Penjabat Gubernur (Pj Gubernur) dalam Pilpres 2024. 

Dia menyoroti apakah Bawaslu Sulsel telah efektif dalam menangani dan menegakkan aturan terkait integritas pemilihan umum di tingkat provinsi.

Menurutnya, penemuan ketidaknetralan Pj Gubernur dalam Pilpres 2024 menunjukkan pentingnya peran Bawaslu dalam menjaga netralitas dan keadilan dalam proses pemilihan. 

Namun, dia menyoroti bahwa masih ada pertanyaan tentang sejauh mana Bawaslu Sulsel dapat bertindak secara efektif dan tegas dalam menangani pelanggaran semacam ini.

"Atensi itu sejatinya ada di penyelenggara dan pengawas pemilihan. Bukan hanya Bawaslu, tetapi ini juga warning bagi KPU untuk tidak bisa terlepas dari pelanggaran-pelanggaran dari produk Pilpres kemarin," tandasnya.

Dengan demikian, Handam berharap agar Bawaslu Sulsel dapat meningkatkan kinerjanya dalam menghadapi Pilkada serentak 2024.(*)

 

 

Berita Terkini