TRIBUN-TIMUR.COM - Bohong pertama senantiasa diikuti (skenario) bohong lanjutan.
Dan..., sesal adalah sakit yang tak pernah terobati.
Keduanya, kebohongan dan penyesalan, kata jurnalis-sastrawan Pulitzer Amerika, Mary Jane Oliver (1935-2019), tak pernah tuntas dengan kata maaf.
Keduanya adalah khianat nurani dan ketuhanan.
Keduanya, "selamat masuk ke liang lahat."
Dua verba itulah yang 'menjemput' jenderal bintang dua polisi (dipecat) Ferdy Sambo, di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (6/1/2023) siang kemarin.
"...(skenario saling tembak) itulah yang saya sesali terus Yang Mulia.." ujar Sambo, menjawab pertanyaan Ahmad Suhel, Ketua Majelis Hakim Sidang Kasus Perintangan Penyidikan (obstruction of justice).
Saat bersaksi di hadapan hakim, Ferdy Sambo terlihat gelisah.
Dia berulang menyusun rangkaian kata menjadi kalimat.
Baca berita terpopuler, Minggu, 8 Januari 2023:
1. Polres Parepare Tindak 20 Pengendara Motor Knalpot Brong di Anjungan Cempae
2. Air Setinggi 3 Meter Kepung Warga di Dua Kecamatan Sidrap, Bantuan Pemerintah Nihil
3. Siapa Sosok Keluarga Herman Moedji Susanto Bantah Pengakuan Tiko? Justru Tuding Bu Eny Selingkuh
4. Kronologi Penemuan Mayat Tanpa Pakaian di Wisma Pelangi Palopo
5. Nasib Yuran Fernandes dan M Rafli Setelah 3 Hari Absen Latihan, Benarkah Hengkang dari PSM Makassar?
Bahkan seusai menyebut kata Sesal, Sambo terlihat menghela napas panjang.
Sesal Sambo ditegaskan lagi di hari 182 hari, setelah Sambo menembak Brigadir Joshua, Jumat (8 Juli 2022).
Ini juga 181 hari setelah Sambo "menghadap dan membohongi" Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di ruang Mabes Polri, Jakarta, Sabtu (9 Juli 2022).
Isi kebohongan Sambo ke Kapolri tegas. Saya bukan penembak Brigadir J melainkan Bharada E. Keduanya baku tembak."
Inilah sesal Sambo saat jadi "saksi terperiksa" untuk AKBP (dipecat) Arif Rahman Arifin di ruang pengadil, pekan pertama tahun 2023 ini.
Di sana, Sambo menegaskan lagi penyesalannya karena melibatkan struktur Polri untuk menutupi rangkaian konstruksi kebohongan usai menembak mati pengawal pribadinya, Brigadir Polisi Joshua Hutabarat, Jumat (8 Juli 2022) petang.
"..saya memang saat itu emosi. Amarah (saya) mengalahkan logika. Saya lupa, siapa saya waktu itu Yang Mulia."
AKBP Arif Rachman Arifin (42), adalah satu dari enam terdakwa sidang kasus obstruction of justice di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Arif Rachman kala itu menjabat Wakil Kepala Detasemen (Wakaden) B Biro Pengamanan Internal (Ropaminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Mabes Polri.
Selain Arief, lima terdakwa lain yakni Brigjen Pol Hendra Kurniawan, Kombes (Pol) Agus Nurpatria, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.
Sambo juga terdakwa di dua kasus; Satu; perintangan penegakan hukum, dan kasus pembunuhan berencana Brigadir J, bersama 3 anggota polisi lainnya.
Mereka semua telah dicopot dari jabatan, kehilangan pangkat, karena dipecat dari profesi sebagai aparat penegak hukum.
Dalam rangkaian pemeriksaan dan sidang pengadilan terpisah, sejak Oktober lalu, mereka telah mengungkapan penyesalan.
Ikut perintah dan skenario Sambo, menjadi takdir hidup.
Di hari dan gedung sidang PN sama namun dalam ruang berbeda, kebohongan Sambo juga kembali diungkap Brigjen Pol (dipecat) Hendra Kurniawan.
Dengan rasa sesal kuat, eks Kabiro Paminal Propam itu juga menegaskan lagi kehebatan Sambo berbohong.
“Kita semua kena prank. Jangankan saya, Pak Kapolri aja kena kan, begitu aja,” kata Hendra saat menjadi saksi mahkota untuk terdakwa Agus Nur Patria di PN Jakarta Selatan, Kamis, 5 Januari 2023.
--//---
Sejak Desember 2022 lalu, skenario bohong Sambo, juga mencatat rekor pengadilan di republik ini.
Dalam lima dekade terakhir, belum pernah ada satu orang menjadi terdakwa dalam dua kasus sekaligus.
Itu baru Sambo.
Kasus pertama perencanaan pembunuhan. Kedua kasus penghalangan penegakan hukum.
Setiap kasus, Sambo menyeret lima terdakwa lain, termasuk istrinya sekaligus, Putri Chandrawati.
Dan belum pernah ada kasus di republik ini, yang semua rangkaian reli sidangnya ditayangkan LIVE, viral dan disaksikan sekitar 5 hingga 7 juta pemirsa saban hari.
Itu baru jumlah terdakwa; 14 orang. Setengahnya adalah polisi dengan status dipecat. Mulai dari jenderal, pamen, perwira pertama, hingga bintara terendah.
Jumlah hakim, panitra, jaksa penuntut, dan pengacara juga rekor. Setidanya ada 9 hakim, dan 20 an jaksa penuntut, dan ada 30-an pengacara dari 11 terdakwa lain. Ini belum termasuk tim pengacara dari korban, Brigadir J.
Untuk kasus penghalangan penegakan hukum, ada dua majelis hakim; Masing-masing 3 hakim.
Untuk 3 terdakwa pertama, Hendra Kurniawan, Arif Rachman Arifin, dan Agus Nurpatria dihakimi oleh Ahmad Suhel (Ketua Majelis Hakim ) dan dua hakim anggota; Hendra Yuristiawan dan Djuyamto.
Untuk tiga terdakwa lain, Irfan Widyanto, dan Chuck Putranto, termasuk Sambo, dihakimi oleh Afrizal Hady (ketua mejelis) dan hakim anggota, Raden Ari Muladi dan Muhammad Ramdes.
Sedangkan di Kasus Pembunuhan Berencana; ada tiga hakim lagi; Wahyu Imam Santoso (ketua mejelis), dan dua hakim lainnya; Morgan Simanjutak dan Alimin Ribut Sujono.
Mereka menghakimi lima terdakwa lain; Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada (dipecat) Richard Eliezer, Bripka (dipecat) Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf, jongos paling senior di rumah tangga Sambo.
Sidang masih panjang hingga pembacaan vonis.
Di perkiraan, saat peringatan ulang tahun ke-50, pada 9 Februari 2023 mendatang, Ferdy Sambo sudah akan tahu, berapa lama dia menyesali sisa masa hidup di balik terungku besi;
20 atau 25 tahun, seumur hidup, atau justru hukuman mati.
Ya, penyesalan kata Mary Oliver adalah penyakit tak berobat yang akan dibawa ke liang lahat. (zil)