TRIBUN-TIMUR.COM - Terdakwa rudapaksa 13 santriwati di Bandung, Herry Wirawan divonis hukuman mati.
Vonis yang dijatuhkan ke Herry Wirawan ini setelah Hakim Pengadilan Tinggi Bandung mengabulkan banding dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta Herry Wirawan divonis mati.
"Menerima permintaan banding dari jaksa/penuntut umum. Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati," ucap hakim PT Bandung, Herri Swantoro sebagaimana dokumen putusan yang diterima, Senin (4/4/2022).
Hakim dalam putusannya juga memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Bandung yang sebelumnya menghukum Herry Wirawan hukuman seumur hidup.
Baca juga: Herry Wirawan Divonis Penjara Seumur Hidup, Terungkap Kondisi Terkini 13 Santriwati Korban Rudapaksa
Baca juga: Menurut Kriminolog, Herry Wirawan Masih Bisa Menghindar dari Hukuman Mati
Untuk diketahui, Jaksa mengajukan banding atas putusan vonis penjara seumur hidup terhadap Herry Wirawan.
Dalam pembacaan tuntutan oleh jaksa yang digelar secara tertutup di PN Bandung, 11 Januari 2022, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Herry Wirawan dengan hukuman mati dan kebiri kimia.
Tuntutan itu dikeluarkan karena tindak kejahatan Herry Wirawan dilakukan secara terus menerus dan sistematik.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat Asep N Mulyana, usai sidang tuntutan di PN Bandung, beberapa waktu lalu mengatakan, tuntutan tersebut merupakan bukti bahwa pihaknya berkomitmen untuk memberikan efek jera kepada pelaku kekerasan seksual.
Kemudian pada Selasa (15/2/2022), Herry Wirawan menjalani sidang vonis di PN Bandung.
Dalam sidang tersebut, terdakwa divonis hukuman penjara seumur hidup.
Karena itu jaksa melakukan banding atas vonis penjara seumur hidup terhadap Herry Wirawan.
Apa Itu Hukuman Mati?
Hukuman mati adalah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan kepada seseorang akibat perbuatannya.
Hukuman mati sesuai pasal 66 KUHP yaitu:
Pidana mati merupakan pidana pokok yang bersifat khusus dan selalu diancamkan secara alternatif.
Hukuman mati diatur dalam Pasal 11 jo Pasal 10 KUHP dan UU No 2/PNPS/1964.
Berikut beberapa persiapan bagi pelaku yang dijatuhkan hukuman mati:
- Pidana mati dilaksanakan di suatu tempat di daerah hukum pengadilan yang menjatuhkan putusan dalam tingkat pertama (Pengadilan Negeri) dan dilaksanakan tidak di muka umum dan dengan cara sesederhana mungkin, kecuali ditetapkan lain oleh Presiden.
Baca juga: Apa Kabar Kasus Rudapaksa Gadis 14 Tahun di Gowa? Polisi: Tunggu Hasil Visum
Baca juga: Bejat, Perempuan 19 Tahun di Soppeng Jadi Korban Rudapaksa, Enam Pelaku Sudah Ditangkap Polisi
- Pidana mati yang dijatuhkan atas beberapa orang di dalam satu putusan perkara dilaksanakan secara serempak pada waktu dan tempat yang sama kecuali ditentukan lain.
- Dengan masukan dari jaksa, Kapolda di mana Pengadilan Negeri tersebut berada menentukan waktu dan tempat pelaksanaan pidana mati.
- Untuk pelaksanaan pidana mati, Kapolda membentuk sebuah regu penembak yang terdiri dari seorang Bintara, 12 orang Tamtama, di bawah pimpinan seorang Perwira, semuanya dari Brigade Mobile (Brimob). Selama pelaksanaan pidana mati, mereka dibawah perintah jaksa.
- Menunggu pelaksanaan pidana mati, terpidana ditahan dalam penjara atau tempat lain yang khusus ditunjuk oleh jaksa.
- 3x24 jam sebelum pelaksanaan pidana mati, jaksa memberitahukan kepada terpidana tentang akan dilaksanakannya pidana mati tersebut.
- Apabila terpidana hendak mengemukakan sesuatu (keinginan atau pesan terakhir) maka dapat disampaikan kepada jaksa tersebut.
- Apabila terpidana hamil, maka pelaksanaan pidana mati baru dapat dilaksanakan 40 hari setelah anaknya dilahirkan.
Begini Pelaksanaan Hukuman Mati
Berikut pelaksanaan hukuman mati sesuai aturan:
- Terpidana dibawa ke tempat pelaksanaan pidana dengan pengawalan polisi yang cukup.
- Jika diminta, terpidana dapat disertai oleh seorang perawat rohani.
- Terpidana berpakaian sederhana dan tertib, biasanya dengan pakaian yang sudah disediakan di mana ada sasaran target di baju tersebut (di jantung).
- Setibanya di tempat pelaksanaan pidana mati, komandan pengawal menutup mata si terpidana dengan sehelai kain kecuali jika terpidana tidak menghendakinya.
- Terpidana dapat menjalani pidananya secara berdiri, duduk atau berlutut. Jika dipandang perlu, terpidana dapat diikat tangan serta kakinya ataupun diikat kepada sandaran yang khusus dibuat untuk itu, misalnya diikat pada tiang atau kursi.
- Setelah terpidana sudah berada dalam posisinya, maka regu penembak dengan senjata sudah terisi menuju ke tempat yang ditentukan. Jarak antara terpidana dengan regu penembak antara 5 sampai 10 meter.
- Apabila semua persiapan telah selesai, maka jaksa memerintahkan untuk memulai pelaksanaan pidana mati.
Baca juga: Pertimbangan Hakim Vonis Azis Syamsuddin 3,5 Tahun Bui, Eks Anggota Fraksi Golkar Itu Berbelit-belit
Baca juga: Alasan Hakim Agung Sunat Vonis Edhy Prabowo dari 9 Tahun Jadi 5 Tahun, Katanya Kerjanya Bagus
- Dengan menggunakan pedangnya sebagai isyarat, komandan regu penembak memberikan perintah supaya bersiap kemudian dengan menggerakkan pedangnya ke atas, dia memerintahkan regunya untuk membidik pada jantung terpidana dan dengan menyentakkan pedangnya ke bawah secara cepat, dia memberikan perintah untuk menembak.
- Apabila masih terlihat tanda-tanda kehidupan, maka komandan regu segera memerintahkan kepada Bintara regu penembak untuk menembak terpidana menggunakan pistol tepat di atas telinga terpidana.
- Penguburan diserahkan kepada keluarganya atau sahabat terpidana, kecuali jika berdasarkan kepentingan umum jaksa tinggi/jaksa yang bertanggung jawab memutuskan lain.
(Tribun Network/Achmad Subechi)