Mereka yang menentangnya dianggap tidak mengetahui persoalan, tidak memahami dinamika berorganisasi, memiliki kepentingan tertentu, berpikiran sok idealis, bahkan terkesan dianggap membuat kegaduhan.
Pihak yang mempertanyakan hasil Mubeslub pun tidak tinggal diam.
Mereka menganggap kelompok yang pro Mubeslub adalah “para penikmat” di lingkar dalam JK yang tidak obyektif melihat persoalan. Kelompok ini berlindung di balik Mubeslub IKA Unhas untuk memuluskan agenda menggolkan kandidat tertentu setelah JK.
Mereka ingin mempertahankan manajemen IKA Unhas yang elitis, eksklusif dan menjalankan organisasi secara konvensional seperti saat JK menjadi Ketua Umum IKA Unhas.
Perdebatan antara aktor yang pro dan kontra hasil Mubeslub IKA Unhas, menarik untuk dianalisis dengan menggunakan perspektif *“Hukum Dasar Kedunguan”* - sebuah konsep yang ditulis oleh ekonom dan sejarawan Italia Carlo M Cipolla - dalam artikelnya yang berjudul “The Basic law of Human Stupidity” (1976).
Tulisan ini bukanlah sesuatu yang serius untuk ditanggapi.
Anggap saja sebagai ruang untuk introspeksi, sekaligus cara untuk menertawai diri sendiri. Sebuah tawaran narasi dalam memahami bagaimana perilaku kita sehari-sehari – ketika berinteraksi dengan orang lain – yang tanpa disadari merugikan diri sendiri dan merugikan orang lain (dungu).
Bisa jadi dalam interaksi itu kita memperoleh keuntungan tapi merugikan orang lain (bandit). Atau tanpa kita sadari perilaku kita merugikan diri sendiri tapi menguntungkan orang lain (helpless).
Hukum Kedunguan
Menurut Cipolla, terdapat lima hukum dasar kedunguan atau hukum kedunguan.
Pertama, semua orang menganggap remeh jumlah orang dungu yang ada di sekitarnya. Hampir semua menganggap bahwa sangat sedikit jumlah orang dungu yang berinteraksi langsung setiap harinya.
Padahal menurut Cipolla, perilaku dungu itu ada dimana-mana dan jumlahnya sangat besar. Tolong pikirkan semua orang yang anda anggap cerdas, sebelum menyadari bahwa mereka sesungguhnya berperilaku bodoh dan tumpul.
Anda dapat membuktikan, setiap saat dapat menemukan orang dungu yang perilaku buruknya merugikan banyak orang.
Einstein pernah mengatakan “Hanya dua hal yang tak terbatas: alam semesta dan kebodohan manusia; namun saya tidak yakin dengan alam semesta”.
Kedua, kedunguan tidak identik dengan status atau kelas sosial tertentu. Ia bisa dilakukan oleh siapa saja.
Tidak peduli warna kulit, etnisitas, agama, pangkat dan jabatan.