Guru Besar UIN Alauddin

Prof Dr Abdullah Abd Thalib SAg MAg: Tauhid Kerangka Pandangan Hidup

Editor: AS Kambie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Prof Dr Abdullah Abd Thalib bersama keluaega usai pidato penerimaan jabatan sebagai Guru Besar Tetap Bidang Pemikiran Islam/Teologi Sosial pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar, di Gedung Auditorium UIN Alauddin Kampus II Gowa, Rabu, 20 Agustus 2025. Prof. Abdullah yang dilahirkan di Desa Boro Kecamatan Sanggar Kabupaten Bima 31 Desember 1972 itu mengatakan, tauhid sebagai pandangan semesta berarti menjadikan prinsip keesaan Tuhan sebagai pusat orientasi seluruh kehidupan manusia, baik spiritual, moral, sosial politik, hingga ekologi.

TRIBUN-TIMUR.COM - Dalam pendekatan filsafat dan tasawuf, tauhid tidak berhenti pada pengakuan verbal atau pemahaman dogmatis, tetapi menjelma menjadi kerangka pandang hidup -- sebuah ‘worldview’ (pandangan semesta) yang menyeluruh dan dan transformatif.

“Tauhid sebagai ‘worldview’ dalam literasi filsafat merujuk pada sistem keyakinan dan nilai yang membentuk cara pandang seseorang atau masyarakat terhadap realitas, eksistensi, manusia, dan tujuan hidup,” demikian Prof.Dr. Abdullah Abd Thalib, S.Ag., M.Ag. dalam pidato penerimaan jabatan sebagai Guru Besar Tetap Bidang Pemikiran Islam/Teologi Sosial pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar, di Gedung Auditorium UIN Alauddin Kampus II Gowa, Rabu (20/8/2025).

Pidato pengukuhan yang berlangsung pada Sidang Senat Terbuka Luar Biasa UIN Alauddin Makassar yang dibuka Ketua Senat UIN Alauddin Prof.Dr.Mardan M.Ag., dihadiri Sekretaris Senat UIN Alauddin Prof.Dr. Hasanuddin, S.Ag., M.Ag., Ketua Dewan Senat Guru Besar Prof.Dr.H.Musafir Pababbari, M.Si., Rektor UIN Alauddin Prof.Drs. H.Hamdan Juhannis, M.A., Ph.D. para anggota Senat/Anggota Dewan Guru Besar UIN Alauddin, Ketua Permabudhi Indonesia Dr.Ir. Yongris, dan kerabat dan keluarga dan undangan.  

Pada hari yang sama juga dikukuhkan Guru Besar Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Prof.Dr. Tasmin Tangngareng, M.Ag. (Bidang Fiqh al Hadis) dan Prof.Dr.Hj. Darmawati H. S.Ag., M.HI (Bidang Kepakaran Fikih Keluarga).

Prof Abdullah yang dilahirkan di Desa Boro Kecamatan Sanggar Kabupaten Bima 31 Desember 1972 itu mengatakan, tauhid sebagai pandangan semesta berarti menjadikan prinsip keesaan Tuhan sebagai pusat orientasi seluruh kehidupan manusia, baik spiritual, moral, sosial politik, hingga ekologi.

“Pandangan dunia Islam pada dasarnya bersifat tauhid, yakni berlandaskan pada gagasan kesatuan -- kesatuan Tuhan, kesatuan ciptaan, dan kesatuan ilmu pengetahuan,” ujar anak kelima dari 11 bersaudara pasangan Hj.Abd.Tahlib-Hj.Siti Hafsah (almh) ini mengutip pandangan Seyyed Hossein Nasr.

Dia mengatakan, dengan demikian seluruh realitas dalam pandangan tauhid tidak bersifat terpisah-pisah, tetapi saling terkait dalam satu kesatuan ontologis yang mengakar pada Tuhan sebagai sumber mutlak. Kaum Maturidiyah mengatakan bahwa perwujudan tauhid tidak hanya teologis, tetapi mencakup transformasi spiritual -- sejalan dengan Rumi yang menekankan perjalanan cinta universal sebagai realisasi tauhid. 

Prof Abdullah menyebutkan, secara filosofis tauhid mencakup  pertama, aspek ontologis yang menyatakan bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan dan kembali kepada-Nya. Dalam pandangan ini dunia bukanlah entitas yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari ciptaan yang secara hakikat bergantung kepada Tuhan (QS AL-Baqarah,255).

Kedua, sisi epistemologi, pengetahuan sejati yang bersumber dari Tuhan. Pencarian ilmu bukan hanya proses rasional, melainkan juga spiritual, sebagaimana ditekankan oleh para sufi seperti Al Ghazali dan Rumi. Pengetahuan yang tercerabut dari tauhid akan melahirkan krisis makna dan moral.

Ketiga, dimensi aksiologi, yakni prinsip keesaan Tuhan membentuk etika kesatuan kemanusiaan. Tidak ada dikotomi antara dunia dan akhirat, spiritual dan sosial karena semua nilai bersumber dari satu Tuhan yang sama. Dalam kerangka sufistik, tauhid dimaknai secara mendalam sebagai penyaksian bahwa tiada tauhid sejati kecuali Allah.

“Wahdah al-wujud  adalah pengalaman eksistensial saat segala bentuk dualisme antara Tuhan dan makhluk, antara diri dan orang lain, larut dalam kesadaran cinta Ilahi,” ujar Prof Abdullah mengutip Ibn ‘Arabi. 

Aspek yang tercakup dalam ketauhidan, sebut Prof. Abdullah, mencakup, mengesakan Tuhan dalam kehidupan sosial, menjunjung tinggi martabat kemanusiaan, persaudaraan (merawat solidaritas dan kebersamaan), dan keadilan (mewujudkan keseimbangan sosial).

“Tauhid sebagai pandangan semesta melahirkan kesadaran bahwa semua manusia bersumber dari Tuhan yang sama. Maka, diskriminasi, penindasan, dan eksploitasi atas dasar ras, kelas, atau agama adalah bentuk pembangkangan terhadap nilai tauhid,” pungkas Prof Abdullah.

Prof Abdullah, ayah tiga anak dengan istri Sri Marlina, S.Ag., M.Si.. tamat pendidikan SDN 2 Boro Kec. Sanggar Bima (1982/1983), SMPN Sanggar Bima (1986/1987), SMAN 2 Bima (1990/1991), S-1 dan menjadi alumni terbaik Jurusan Aqidah Filsafat Fakultas Ushuluddin IAIN Alauddin wisuda 1994,  S-2 dan alumni terbaik II PPS IAIN Alauddin (2001), dan alumni terbaik II Program S-3 (2008) IAIN Alauddin Makassar, dan nilai Tertinggi Ujian Kompetensi (UKOM) Guru Besar se-Indonesia Timur (2024). (*).

Berita Terkini