Dimana menurut Psikolog di Makassar yang memeriksa para anak setelah kasus ini
dihentikan, tidak ditunjukkannya trauma oleh anak bukan berarti kekerasan seksual
terhadap anak tidak terjadi.
Terlebih pada kasus kekerasan seksual yang dilakukan
orang terdekat korban, yang umumnya tidak melakukan perbuatannya dengan
cara-cara kekerasan, melainkan bujuk rayu, tipu muslihat, atau manipulasi.
Pendapat keliru petugas P2TP2A Luwu Timur ini juga menunjukkan
lemahnya kapasitas petugas sehingga asesmen tersebut harus dikoreksi.
Di sisi lain dalam dokumen hasil asesmen P2TP2A Luwu Timur sendiri justru terdapat keterangan para anak korban yang menceritakan peristiwa kekerasan
seksual yang dialami.
Sama halnya dalam Visum et Psychiatricum (VeP) terhadap
para anak korban, masing-masing menceritakan peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan oleh terlapor.
Keterangan para anak korban dalam dua dokumen
tersebut justru diabaikan oleh penyidik Polres Luwu Timur dan prosesnya selanjutnya resmi dihentikan pada 19 Desember 2019.
Ketiga, kami menyayangkan respons POLRI yang menunggu bukti baru dari pihak pelapor
untuk dapat membuka kembali penyelidikan. Pernyataan itu dapat menyesatkan publik karena, seolah membebankan pembuktian pada pelapor.
Dalam perkara pidana polisi yang
punya kewenangan untuk mencari bukti bukan korban maupun masyarakat yang mencari
keadilan.
Seluruh bukti-bukti hanya dapat ditemukan, diambil melalui sebuah proses hukum.
Dengan ditutupnya proses penyelidikan melalui surat penetapan penghentian
penyelidikan, maka peluang untuk mendapatkan bukti-pun akan tertutup.
Sebaliknya, dibuka kembalinya proses penyelidikan akan membuka peluang terhadap munculnya bukti-bukti yang mendukung proses penegakan hukumnya.
Bukti-bukti yang menguatkan dan alasan mengapa penyelidikan harus dibuka kembali
telah disampaikan Pihak korban/kuasa hukum korban dalam gelar perkara di Polda Sulsel
sebelumnya pada 6 Maret 2020.
Seluruh dokumen tersebut hanya akan diserahkan dalam proses penyelidikan/penyidikan ataupun dalam rangka membuka kembali
proses tersebut sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Keempat Kami mempertanyakan komitmen Polda Sulsel untuk melakukan kembali
penyelidikan.
Sebab dalam Gelar Perkara Khusus Tanggal 6 Maret 2020 yang dilakukan atas permintaan kami di Polda Sulsel, tidak ditunjukkan keseriusan untuk membuka kasus ini.