Mungkin hanya ada tertuang dalam dokumen RPJMD sebagai referensi bagi eksekutif dan legislatif saat penyusunan RAPBD. Hanya tidak menjadi populer, karena relatif tak pernah dipercakapkan di ruang publik, khususnya di kampus-kampus sebagai bahan kajian akademis.
Dari pemaparan di atas, penulis bermaksud hendak menunjukkan adanya prilaku buruk kepemimpinan di Sulawesi Selatan yang berlangsung selama ini. Yaitu, ide, konsep, program dan realisasi pembangunan dari satu era kepemimpinan ke era berikutnya, nyaris tak ada kesinambungan.
Prilaku kepemimpinan buruk semacam ini, membuat tidak sedikit program pembangunan yang telah menghabiskan anggaran puluhan miliar, menjadi terbengkalai.
Contoh konkret yang dapat dilihat secara kasat mata adalah pembangunan Stadion Barombong dan Masjid 99 Kubah, peninggalan Gubernur Syahrul Yasin Limpo, faktanya belum rampung dan terbengkalai.
Begitu pula pembangunan Gelanggang Olah Raga (GOR) Sudiang, peninggalan Gubernur Amin Syam, sama, juga belum rampung dan terbengkalai.
Pertanyaannya, ada apa Gubernur Syahrul Yasin Limpo tidak berusaha merampungkan GOR Sudiang selama 10 tahun masa kepemimpinannya?
Dan, mengapa pula dengan Gubernur Nurdin Abdullah tidak tampak menunjukkan inisiatif untuk merampungkan pembangunan Stadion Barombong dan Masjid 99 Kubah?
Padahal publik selama ini, tidak kurang-kurang mendesaknya. Alasannya, samar terdengar kalau semua itu bermasalah sejak awal pembangunannya.
Lantas, apakah karena itu sehingga asset tesebut dibiarkan terbengkalai?
Alasannya sungguh sumir, sebab siapa yang mampu menyelesaikan kalau bukan pemerintah.
Kita semua paham bahwa salah satu tugas sebuah pemerintahan dengan segenap kekuasaan yang ada ditangannya, adalah menyelesaikan masalah?
Bukan justeru membiarkan bengkalai.
Ada sinyalemen yang menyebut bahwa bengkalai pembangunan semacam itu terjadi karena perebutan legacy?
Misalnya, Syahrul Yasin Limpo merampungkan pembangunan GOR Sudiang, tetapi, legacy-nya tetap milik Amin Syam.
Stadion Barombong dan Masjid 99 Kubah diselesaikan oleh Nurdin Abdullah, namun legacy-nya milik Syahrul Yasin Limpo.