Implikasi lanjutan, akan memicu meningkatnya pembalakan liar (illegal logging) dan maraknya kayu ilegal.
Selain itu bisa melemahkan daya saing produk industri kehutanan Indonesia, bahkan kehilangan pasar internasional.
Peraturan ini juga dianggap melemahkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), bahkan diduga selanjutnya akan berupaya menghapus SVLK.
V-Legal yang diterbitkan lembaga verifikasi legalitas kayu adalah bukti/jaminan bahwa kayu atau bahan baku produk kayu yang diekspor, telah melewati proses SVLK.
Telah lulus proses uji legalitas mulai dari sumber (asal) kayu sampai ke industri hilir.
SVLK adalah sistem legalitas kayu yang susah payah dibangun Indonesia sejak 2003. Upaya ini membawa Indonesia keluar dari stigma buruk negara perusak hutan dan 'surganya' perdagangan kayu ilegal.
Indonesia dengan SVLK, bersama sejumlah negara dan Uni Eropa menandatangani kesepakatan kemitraan suka rela atau Voluntary Partnership Agreement (VPA) untuk melaksanakan skema penegakan hukum tata kelola kehutanan dan perdagangan atau Forest Law Envorcement Governance and Trade (FLEGT).
Dengan SVLK, Indonesia menjadi satu-satunya negara memperoleh Lisensi FLEGT, 15 November 2016.
• Surabaya Kini Zona Hitam Covid-19, Ada Apa? Corona di Sulsel Masih 4 Terbanyak
Dengan Lisensi ini, ekspor kayu olahan dari Indonesia ke 28 negara di Eropa tidak lagi melalui uji tuntas (due diligence). Indonesia bahkan menjadi contoh tata kelola hutan dan perdagangan kayu.
Menjadi tempat belajar berbagai negara.
Dengan Lisensi FLEGT, ekspor forniture dari IKM Indonesia ke Uni Eropa dan enam negara tujuan utama, meningkat setiap tahun. Akhir 2016, nilai ekspor tercatat 679 juta dolar menjadi 815 juta dolar pada akhir 2019.
Lebih dari 80 persen negara penerima meminta syarat legalitas kayu. (FLEGT Independent Market Monitor/JPIK).
Karena itu, munculnya Permendag No. 15 Tahun 2020 mengagetkan banyak pihak. Peraturan ini juga diduga tanpa konsultasi parapihak.
Tidak satu pun regulasi terkait di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dirujuk.
Karenanya peraturan dadakan ini mengesankan tidak sinergi antarkementerian dalam pembuatan regulasi multi-sektor.