OPINI PAKAR

Lonceng Covid-19

Editor: Jumadi Mappanganro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ridwan Amiruddin (Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin)

Oleh: Ridwan Amiruddin
Ketua Persakmi Indonesia dan Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Cabang Sulawesi Selatan

Kurva epidemic Covid-19 adalah kurva yang menjelaskan tentang periode onset penyakit dari paparan pertama sampai munculnya kurva yang relatif berbentuk lonceng.

Kurva ini memberikan informasi tentang rentang masa inkubasi covid-19, puncak pandemik dan kapan berakhirnya pandemik tersebut.

Mengapa kurva epidemi Covid-19 belum berbentuk seperti lonceng?

Itu artinya penemuan kasus baru masih bertumbuh.

Pembangkangan Sosial Covid-19

Mode of Covid-19

Pertumbuhan kasus baru ini sedang suburnya. Hal ini disebabkan banyak faktor di antaranya;

1. Jumlah populasi rentan yang sangat besar dengan kepadatan yang tinggi, terutama di kota-kota besar.

2. Karakter penduduk yang menyukai keramaian; pesta, ngopi bareng, dan aktifitas sosial lainnya.

3. Mobilitas penduduk yang tinggi sebagai carrier covid-19.

4. Gelombang kasus yang bervariasi antarwilayah akan memperpanjang periode pertumbuhan jumlah kasus secara keseluruhan.

Panjangnya gelombang kurva menanjak bisa juga dijelaskan sebagai akumulasi dari berbagai intervensi dengan kemampuan corona untuk tetap survive.

Berbagai intervensi yang dilaksanakan, baik di PSBB ataupun yang lainnya juga memberikan pelajaran kepada corona untuk survive.

Corona yang dapat melewati PSBB, akan mengalami kemampuan infektif yang menurun.

Hanya saja, bila bertemu dengan host yang sangat rentan ini dapat berakibat buruk juga.

Kabar Baik, 3 Pasien Positif Covid-19 di Kabupaten Maros Dinyatakan Sembuh

Meski Dilarang Pemerintah, Selfi LIDA Ngotot Mudik ke Soppeng, Sempat Menolak untuk Dikarantina

Begitulah sekilas info, mengapa kurva epidemi Covid-19 di Indonesia belum berbentuk lonceng karena populasi rentan yang masih tinggi, pergerakan pendunduk yang sangat mobile, interaksi sosial yang bebas atau longgar dan yang melakukan praktik cuci tangan pakai sabun di air mengalir hanya sekira 52%.

Jadi PSBB, bagaimanapun itu tools atau instrument yang dapat dimaksimalkan untuk melandaikan kurva epidemi Covid-19.

Strategi selanjutnya adalah melanjutkan kehidupan normal baru dengan protokol kesehatan yang ketat, sambil membangun imun natural penduduk untuk tetap survive.

Melanjutkan kehidupan pasca PSBB, tanpa protokol kesehatan yang ketat, ibarat api dalam sekam. Covid-19 akan terus menelan korbannya.

Dengan angka kematian sekitar 4-8% terhadap jumlah penduduk maka, korban covid-19 akan berkisar 12 juta orang, hampir sama dengan penduduk Jakarta.

Covid-19 ibarat lonceng kematian yang semakin nyaring bagi penduduk yang tidak taat pada protokol kesehatan.

Covid-19 telah memberikan kerugian multi player pada hampir semua aspek kehidupan.

Pilihan hidup ada pada setiap diri individu, membunyikan lonceng kematiannya secara dini atau membangun kehidupan baru sesuai standar protokol kesehatan yang benar sebagai bentuk ikhtiar mempetahankan kehidupan. (*)

Makassar 21 Mei 2020
#Lonceng Covid-19 semakin nyaring.

Berita Terkini