Gunung Anak Krakatau Meletus Jumat Malam, Ini Catatan Kisah Letusan 'Ibunya' yang Terdahsyat

Penulis: Desi Triana Aswan
Editor: Anita Kusuma Wardana
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gunung Anak Krakatau meletus, Jumat (10/4/2020) malam

Tiba-tiba saja serambi depan rumah Le Sueur runtuh dan air segera masuk.

Ia menyarankan agar pindah ke serambi belakang.

Baru saja ia mengucapkan itu, tiba-tiba seluruh rumah roboh berantakan dan semuanya terseret oleh arus air.

Kesadaran Le Sueur datang dan pergi, ia tidak ingat apa yang terjadi.

Kemudian, ia berhasil meraih papan dan membiarkan badannya mengapung mengikuti aliran air, namun kakinya tersangkut sehingga pegangannya ke papan lepas.

Tak menyerah begitu saja, Le Sueur berhasil menggapai beberapa keping atap.

Air kemudian kembali ke laut dan kaki Le Sueur akhirnya merasakan daratan.

Hujan lumpur turun dari langit.

Terdengar dari kejauhan suara minta tolong namun Le Sueur tidak mempunyai kekuatan untuk menolong.

Bahkan ia tak bisa berdiri saking lemasnya.

Pikirannya dipenuhi ketakutan dan kalut.

Apalagi ia tak bisa melihat apa-apa sebab langit begitu gelap bagaikan malam padahal hari masih siang.

Tak lama, air datang lagi dengan kekuatan yang sama kuatnya dari pertama.

Sebelum badannya terhantam tsunami, Le Sueur berdoa agar memohon keselamatannya dan warga kampung.

Ia pasrah untuk menghadapi maut.

Le Sueur dihanyutkan air, diputar, lalu dihempaskan dengan kekuatan dahsyat.

Tubuhnya terjepit antara dua rumah yang mengapung.

Dia pasrah menghadapi maut karena tak bisa bernapas.

Ketika berpikir ajalnya kan menjemput, tiba-tiba saja kedua rumah tersebut terpisah.

Le Sueur menemukan batang pisang yang dijadikan pelampungnya.

Ia mengapung dalam waktu yang lama.

Le Sueur tak bisa memperkirakan berapa jam ia mengapung.

Akhirnya air surut, Le Sueur tak bisa bergerak.

Dia hanya terduduk dalam waktu kira-kira sejam.

Langit masih gelap, hujan lumpur tak kunjung berhenti.

Le Sueur mendengar suara manusia di sekitarnya.

Dia memanggil dan mulai bangkit.

Sambil berjalan terseok-seok, Le Sueur meraba-raba jalan.

Pakaian yang melekat di tubuhnya hanya tersisa kain flanel.

Sisanya hanya kain yang tercabik-cabik.

Le Sueur akhirnya diselamatkan seseorang yang membawa obor.

Ketika itu diperkirakan pukul 9 pagi, tetapi masih tetap gelap gulita.

Le Sueur dibawa ke Kampung Kasugihan melewati hutan semak berduri dan mengarungi lumpur.

Setelah itu ia meneruskan perjalanan ke Penanggungan.

Setibanya di sana, waktu sudah pukul 8 malam.

Baru beristirahat satu jam, Le Sueur mendengar gemuruh air, tempat mereka berada belum aman.

Mereka menyelamatkan diri lagi ke arah pegunungan.

Setelah dua jam berjalan, mereka mencapai Desa Payung yang terletak di lereng Gunung Tanggamus.

Di sana Le Sueur diberi sarung, disambut dengan ramah, dan disuguhi makanan.

Keesokan harinya, Le Sueur menyuruh untuk melihat apa masih ada warga kampung tempatnya berasal yang masih hidup.

Namun, hampir seluruh Baneawangan luluh lantak. Banyak warga kampung lenyap. (Tribunjateng/jen/intisari)

Follow akun instagram Tribun Timur: 

Silakan Subscribe Youtube Tribun Timur:

(*)

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Gunung Anak Krakatau Meletus, Ini Catatan Dahsyatnya Letusan Krakatau 1883 dengan 36.000 Orang Tewas

Berita Terkini