Selanjutnya, Qatar Airways membelah angkasa lautan yang memisahkan Benua Eropa dengan Amerika dan Asia.
Butuh waktu sekitar tiga jam untuk menembus lautan itu.
Kami masih disuguhi tiga kali makan-minum sebelum tiba di New York, dalam dua jam penerbangan.
Suguhan ketiga, saya tidak sanggup habiskan lagi. Roti saya sisakan, cokelat dan keju kumasukkan dalam tas. Saya hanya pesan kopi.
Akhirnya setelah penerbangan mengenyangkan selama 12 jam lebih itu, kami mendapat di New York.
Ban pesawat menyentuh permukaan Bandara John F Kennedy pas pukul 21.42 waktu Doha atau 14.42 waktu New York.
Pesawat sudah mendarat, tapi kami masih harus menunggu sekitar 45 menit lagi. Dua polisi Amerika naik pesawat diikuti paramedis. Entah apa yang terjadi.
Pukul 15.26 Waktu Setempat (WS), kami sudah di tempat pemeriksaan parpor dan imigrasi. Kami butuh waktu dua jam antre, hingga pukul 17.20 WS. Saya paling terakhir. Di depan saya ada beberapa ibu menggendong anak dan selalu diminta kerelaan saya mendahulukan mereka.
Beberapa petugas bergantian berteriak, "No phone... No phone....!" Saya sempat ditegur karena memotret suasana antrean.
Sesekali terdengar juga pengumuman dalam Bahasa Arab.
Tatacara pemeriksaan parpor dan bagasi ditayangkan non-stop di layar LCD.
Pada sekitar pukul 17.25 WS saya baru bertemu Erma Rheindryani, Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) untuk PBB di New York yang memfasilitasi kami selama di Amerika.(*)