OPINI

OPINI - Sulsel Butuh Pemimpin Pemerintahan

Editor: Aldy
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

AM Sallatu

Sulsel dalam lintasan sejarah yang panjang, amat dipengaruhi oleh kinerja pemerintahannya sebagai pencerminan kehidupan sosial kemasyarakatannya.

Di situ pulalah akan terukur jelas keberadaan pemimpinnya.

Suatu hal yang tidak berubah, baik dalam sistem pemerintahan kerajaan maupun dalam sistem pemerintahan modern seperti sekarang ini.

Baca: Bupati Sinjai Minta Pemprov Sulsel Bisa Bersinergi Majukan Sinjai

Meskipun ia (pemimpin) bukan segala-galanya, tetapi maruah pemerintahan terletak pada diri pribadinya. Hal ini tampaknya, dan sepatutnya tidak boleh, diabaikan.

Di daerah ini, seorang pemimpin tidak bisa hanya menawarkan itikad baiknya. Dalam kehidupan ini, itikad baik sudah tidak cukup memadai untuk menuntun kehidupan masyarakat luas.

Oleh karena disamping bisa sangat mudah terukur, juga pada saat yang sama harus mampu dikuatkan dengan karakter yang mudah pula terbaca.

Bauran antara itikad baik dan karakter inilah yang mencuatkan ke pemermukaan realitas bagaimana harga diri dan rasa malu (siri’) yang melekat pada diri seorang pemimpin terbaca jelas oleh masyarakat.

Hanya dengan demikian rumusan falsafah pemerintahan kerajaaan Gowa di masa lalu yang amat absah itu bisa ditegakkan, bahwa siri’na tuma’buttaya nia ki ri pammarentana (dibaca: harga diri masyarakat terletak pada pemerintahannya).

Bagaimana pencerminan pemerintahan, melalui pemimpinnya, disitulah harga diri dan rasa malu masyarakat diayominya akan dinilai.

Seperti itulah kearifan lokal di daerah ini, yang bagaikan sebuah axioma, dan sekaligus meneguhkan peran sentral yang patut diperankan oleh seorang pemimpin.

Baca: Farmasi Unhas Latih SMAN 13 Bone Cara Isolasi dan Ekstraksi DNA

Apakah Kerajaan Gowa di masa lalu senantiasa mencerminkan hadirnya pemimpin pemerintahan yang meninggikan harga diri, mengedepankan rasa malu dan sejatinya berkarakter, melalui pemimpinnya? Ternyata tidak juga, lalu apa akibatnya?

Sejarah Gowa di penghujung Abad XV mencatat pernah hadir pemimpin pemerintahan yang semena-mena, dan karena itu kemudian dikenal sebagai Karaeng Tunipassuluka, raja yang dimakzulkan.

Hal ini memberi pelajaran bahwa masyarakat luas (tuma’buttaya) adalah tumasiri’, yang bila pemimpinnya tidak mampu menegakkan dirinya sebagai sandaran siri’nya, maka gelar Karaeng Tunipassuluka adalah pilihan mereka.

Semoga ini bukan suatu yang dirindukan pula di daerah ini. Pemerintahan, terutama melalui pemimpinnya, akan selalu dicatat oleh sejarah.

Namun berbeda dengan zaman kerajaan yang lalu, sejarah mungkin saja merupakan milik eksklusif pada kelompok tertentu.

Halaman
123

Berita Terkini