Bahkan pasca krisis jumlah UMKM tidak berkurang, justru meningkat terus dan mampu menyerap 85 juta hingga 107 juta tenaga kerja sampai tahun 2012.
Hal ini karena sifatnya fleksibel dalam modal, luwes memasuki semua sektor, dan cepat beradaptasi.
Tidak ada halangan (barrier) untuk masuk/keluar. Bisnis skala UMKM dapat dilakukan secara individual atau berkelompok dalam sentra-sentra produksi.
Secara geografis pelaku UMKM tersebar di seluruh tanah air, di semua sektor.
Dengan memberikan layanan kebutuhan pokok pada masyarakat maka UMKM memberikan multiplier effect tinggi sehigga menjadi instrumen pemerataan pendapatan dan mengurangi ketimpangan.
UMKM juga menjadi ladang pesemaian untuk penciptaan wirausaha baru terutama bagi anak- anak muda melakukan eksperimen untuk membuka usaha-usaha rintisan yang kreatif.
Disisi lain, banyaknya pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan masih menjadi persoalan besar bangsa ini.
Data BPS menunjukkan, dari sekitar 258 juta penduduk Indonesia saat ini, ada 27,76 juta orang hidup miskin; 14,4 juta petani tanpa lahan.
9,7 juta orang berkebun bernilai tambah rendah; 13,5 juta orang tanpa hunian layak di pinggiran kota; dan 11,2 juta pedagang tradisional makin sulit bersaing dengan pedagang modern yang agresif.
Karena itu negara, pemerintah, dan semua pihak, termasuk koperasi dan UMKM harus berjuang sekuat tenaga untuk mencegah makin melebarnya kesenjangan.
Dengan cara lebih peduli, lebih berpihak, dan lebih menggerakan ekonomi yang berbasis pada rakyat.
Dengan menguatkan UMKM berarti mewujudkan kedaulatan bangsa, terutama membagun kedaulatan ekonomi.
Bukan kedaulatan ekonomi Indonesia yang penuh dengan angka-angka statistik yang mengembirakan.
Tapi faktanya ekonomi hanya dikuasai segelintir pemodal atau pengusaha kapitalis yang mematikan perekonomian rakyat banyak.
Langkah efektif penguatan UMKM dimulai dengan memahami logika-logika tentang kedudukan dan peran strategis UMKM dalam perekonomian nasional.