TRIBUN MAROS.COM, BONTOA - Serikat pelaku wisata Rammang-rammang gandeng LBH Salewangang Maros, untuk maksimalkan penolakan penerapan Perbup nomor 33 tahun 2015, tentang perubahan tarif retribusi tempat rekreasi dan olahraga.
Warga yang tergabung pada serikat tersebut, menolak penerapan retribusi di Rammang-rammang, Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa.
Koordinator Serikat pelaku wisata, Iwan Dento mengatakan, pihaknya menggandeng LBH, untuk melakukan kajian Perbup tersebut.
Kajian hukum dilakukan untuk mendapatkan kejelasan Perbup yang dinilai merugikan warga Rammang-rammang.
"Kami aktif melakukan kajian hukum bersama LBH Salewangang. Ini dilakukan untuk mendapatkan penjelasan yang lebih mendasar terkait Perbup tersebut," kata Iwan, Senin (18/3/2019) .
Rencananya, hasil kajian juga akan sampaikan dalan surat penolakan yang akan diserahkan kepada Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Maros.
Selain aktif kajian hukum, serikat juga terus melakukan konsolidasi dan mengumpulkan sejumlah tanda tangan warga.
"Tandatangan tersebut, untuk membuktikan bahwa sejumlah warga Maros, juga menolak penerapan retribusi Rammang-rammang," kata Iwan Dento.
Iwan menyampaikan, Pemkab baru mau mengambil alih Rammang-rammang, setelah terkenal hingga mancanegara.
"Kami yang berkerja. Pada saat terkenal, Pemkab mau pungut retribusi di kampung kami. Kampung ini, kami jaga dengan baik," katanya.
Iwan menjelasakan, kondisi Rammang-rammang yang ramai dikunjungi, membuat Pemkab tergiur dengan keuntungan besar.
Padahal pada tahun 2007 sampai 2010, Pemkab mengeluarkan tiga izin tambang di Desa Salenrang -Rammang Rammang.
Tiga perusahaan tersebut yakni PT Pola Marmer.
Perusahaan tersebut akan mengelola 22 hektare lahan.
Perusahaan kedua yakni Grasada Multi Nasional.