Laporan Wartawan Tribun Timur, Muhammad Fadhly Ali
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pemerintah Pusat, Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum lama ini menyepakati strategi mendorong pariwisata sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dan penerimaan devisa negara.
Salah satu cara meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan penerimaan devisa dari pariwisata.
Terutama untuk destinasi wisata prioritas seperti Danau Toba, Borobudur-Joglosemar, Mandalika, Labuan Bajo, Bali, Jakarta, Banyuwangi, Bromo, dan Kepulauan Riau.
Nama Sulsel tidak masuk dalam 10 destinasi wisata prioritas tersebut.
Menanggapi hal tersebut Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah (NA) menyiapkan langkah strategis dengan memetakan potensi wisata Sulsel ke dalam lima bagian.
Baca: Putri Pariwisata Sulbar, Rambutnya Sebahu dan Senyumnya Renyah
Kelimanya yakni wisata budaya seperti di Toraja dan Kajang, wisata bahari seperti Takabonerate, Bira, Galesong dan Marina.
Lalu wisata sejarah Benteng Rotterdam, Benteng Sumba Opu, Danau Matano, dan Gua Leang-leang.
Ada juga wisata agro seperti Malino, Pucak, Danau Tempe, Rumbia, dan masih banyak lagi, serta wisata kuliner seperti coto, konro, pallubasa.
President Celebes Halal Tourism Community, Azhar Gazali menilai, pemerintah yang baru sebaiknya lebih memperhatikan percepatan pengembangan pariwisata halal dengan mengembangkan area tertentu yang jadi pilot project.
"Syarat untuk halal wisata dilengkapi mulai dari sertifikasi halal food sampai dengan penyediaan sarana ibadah yang layak, kerjasama untuk pasar potensial di Timur Tengah juga diperkuat," kata Azhar sapaanya, Minggu (16/9/2018).
Baca: NA Siapkan Perizinan Halal di Sulsel, Sanjung Jokowi di Hadapan Pimpinan Perbankan dan Pengusaha
Ia menyarakan Selayar dan bulukumba jadikan area kawasan bahari yang terintegrasi.
"Karena letaknya yang berdekatan dan dikenal orang banyak. Disana bisa dijadikan destinasi halal wisata," katanya.
Mantan Kepala Bidang Promosi Dan Pemasaran Destinasi Pariwisata, Disbudpar Sulsel, Yulianus melihat, pada awalnya wisata halal menggunakan paradaim syariah tetapi dalam perkembangannya pihak Kementrian Pariwisata dikoreksi menjadi "wisata halal" atah "halal tourism".
Atas dasar pertimbangan itulah Kemenpar mengeluarkan regulasi tentang wisata halal.