Opini
Mengenang Dr. Aswar Hasan: Jejak Idealisme dan Integritas
Tepat di bulan kemerdekaan, di bulan ia dilahirkan, sosok guru, mentor, kawan diskusi dan panutan kami, Dr. Aswar Hasan, M.Si, berpulang.
Oleh: Najamuddin Arfah
Sekretaris Komisioner KPI Pusat (Aswar Hasan) 2019-2023 / Sekjen PB HMI MPO 2018-2020
TRIBUN-TIMUR.COM - Kabar duka itu datang begitu cepat, menusuk relung hati.
Tepat di bulan kemerdekaan, di bulan ia dilahirkan, sosok guru, mentor, kawan diskusi dan panutan kami, Dr. Aswar Hasan, M.Si, berpulang.
Kepergiannya pada pukul 20.21 WITA 13 Agustus 2025 meninggalkan luka mendalam, bukan hanya bagi keluarga yang ditinggalkan, tetapi juga bagi kami yang telah dibentuk oleh tangan dingin idealisme dan integritasnya.
Bagi saya pribadi, almarhum adalah arsitek tak terlihat yang membangun fondasi karakter saya.
Saya beruntung bisa mengenalnya dari dua sisi: sebagai senior, teman diskusi, guru dan aktifis yang berprinsip teguh serta sebagai atasan yang berintegritas di Komisi Informasi Sulawesi Selatan dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) selama periode 2019-2023.
Perjalanannya bukan sekadar jejak karir, tetapi adalah cetak biru tentang bagaimana seorang manusia harus hidup: kokoh pada prinsip, jujur pada diri sendiri, dan bermanfaat bagi orang lain.
Pelajaran Hidup dari Seorang Aktifis Islam
Perkenalan saya dengan beliau dimulai di ruang-ruang diskusi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sekira 2010.
Kala itu, di kalangan mahasiswa dan aktifis gerakan, beliau adalah narasumber yang kami tunggu-tunggu, bukan karena gelar atau jabatannya, melainkan karena kedalaman pemikirannya yang sanggup merobohkan sekat-sekat dogmatisme.
Keterikatan emosional itu semakin kuat ketika saya mendapat amanah sebagai Ketua HMI MPO Cabang Makassar pada 2014-2015.
Selama masa kepemimpinan saya, beliau adalah ‘narasumber wajib’ di setiap Latihan Kader II (LK II) HMI.
Kehadirannya bukan sekadar mengisi jadwal, melainkan menanamkan nilai.
Momen paling dramatis yang takkan pernah saya lupakan adalah ketika saya mengundang beliau sebagai Narasumber pada kegiatan LK IHMI sekira 2017 silam.
Saat itu hujan turun deras. Beliau datang naik motor, basah kuyup. Saya terkejut, sebab beliau adalah komisioner Komisi Informasi Sulawesi Selatan yang seharusnya difasilitasi kendaraan dinas. Saya bertanya, "Kenapa tidak diantar sopir, Pak?"
Jawabannya sungguh mengguncang batin saya, "Kalian mengundang saya sebagai pemateri pakar komunikasi politik, bukan sebagai komisioner KI. Jadi saya datang naik motor saja."
Jawaban itu adalah tamparan lembut yang membangunkan. Beliau mengajarkan bahwa integritas adalah kesetiaan pada peran, bukan pada fasilitas.
Ia mengajarkan bahwa jabatan adalah amanah, bukan identitas. Itulah esensi dari prinsip yang ia genggam erat: menempatkan substansi di atas segala atribut.
Pelajaran itu mengukir dalam-dalam, membentuk saya untuk selalu berpegang pada prinsip, terlepas dari seberapa besar godaan atau kemudahan yang datang.
Atasan yang Menjaga Integritas dan Membentuk Karakter
Ketika takdir mempertemukan kami kembali di Komisi Informasi dan Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI) saat itu saya dipercayakan sebagai sekretaris beliau di KPI Pusat, saya melihat idealisme yang sama, kini berbalut kematangan seorang pemimpin. Beliau bukan hanya atasan, tetapi mentor yang menantang saya untuk terus tumbuh.
Di bawah kepemimpinannya, saya belajar bahwa integritas bukan hanya soal jujur, tetapi juga soal keberanian.
Keberanian untuk menegur kesalahan, keberanian untuk membela kebenaran, dan keberanian untuk mengambil risiko demi kemaslahatan publik.
Beliau mendorong saya untuk menulis. "Tuliskan apa yang kamu rasakan, apa yang kamu lihat, dan apa yang kamu pikirkan," pesannya.
Beliau percaya bahwa tulisan adalah senjata paling tajam untuk menyuarakan kebenaran.
Dari beliau, saya belajar bahwa setiap kata yang tertulis harus memiliki pertanggungjawaban moral dan intelektual.
Beliau membimbing saya bukan hanya dalam memilih diksi, tetapi juga dalam membangun argumen yang kokoh, seolah setiap tulisan adalah cerminan dari integritas diri.
Warisan yang Tak Terlupakan
Kepergian beliau memang meninggalkan kekosongan. Namun, semangat idealisme dan integritas yang telah beliau tanamkan akan terus hidup dan bersemi.
Ia adalah warisan paling berharga yang akan kami teruskan. Dr. Aswar Hasan telah menunaikan tugasnya dengan sempurna. Ia telah menjadi guru, mentor, dan teladan yang sejati.
Bagi banyak orang, beliau lebih dari sekadar dosen atau mentor; beliau adalah sosok yang mengajarkan makna sesungguhnya dari integritas dan kejujuran dalam dunia jurnalisme dan penulisan.
Kepergian beliau tidak hanya meninggalkan kesedihan, tetapi juga inspirasi. Beliau adalah guru yang tidak hanya mengajar tentang teknik menulis opini, tetapi juga menanamkan etika yang kuat.
Opini yang baik, menurut beliau, bukan hanya soal kata-kata yang indah, tetapi juga soal keberanian untuk menyampaikan kebenaran, seberat apa pun risikonya.
Karya-karyanya dan ajaran beliau akan terus hidup, terutama bagi murid-muridnya yang kini berkiprah di berbagai media.
Warisan terbesarnya bukanlah piala atau penghargaan, melainkan jejak integritas yang beliau tinggalkan di setiap tulisan dan hati para pembacanya.
Selamat jalan, kak Dr. Aswar Hasan. Semoga Allah SWT menerima segala amal ibadah dan menempatkanmu di sisi-Nya yang paling mulia.
Kami akan terus mengenangmu, bukan hanya dalam kata, melainkan dalam setiap tindakan yang mencerminkan prinsip dan integritas yang telah engkau ajarkan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.