Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

TNI

Wakil Panglima TNI Jenderal Tandyo Pernah Dua Kali Jadi Pejabat di Sulsel 

Presiden Prabowo Subianto resmi melantik Jenderal Tandyo Budi Revita menjadi Wakil Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI). 

Editor: Muh Hasim Arfah
Youtube Sekretariat presiden
LANTIK WAKIL PANGLIMA- Presiden Prabowo Subianto resmi melantik Jenderal Tandyo Budi Revita menjadi Wakil Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam Upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer di Lapangan Udara Suparlan, Pusdiklatpassus, Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Minggu (10/8/2025). Kariernya dua kali dia habiskan di Sulawesi Selatan. 

"Mengingat membangun kekuatan pertahanan tidak bisa dilakukan dalam waktu semalam maka kebijakan-kebijakan pertahanan tadi penting sebagai dasar pengembangan organisasi dan pembangunan tentara yang profesional secara simultan dan bertahap," kata dia.

Selain itu menurutnya, pengembangan struktur dan organisasi ini khususnya penambahan 6 komando teritorial baru menunjukkan orientasi pertahanan masih inward-looking (ke dalam) dan belum outward-looking (ke luar). 

Padahal sebagai negara kepulauan dan martim, menurut dia, seharusnya pembangunan orientasi pertahanan dibangun keluar yakni outward-looking dengan membangun kekuatan armada laut, pangkalan udara strategis, serta brigade infantri dan batalyon di bawah Kostrad yang dapat dikerahkan secara cepat, bukan justru menambah struktur teritorial baru.

Apalagi, kata Al Araf, penambahan struktur komando teritorial (Koter) tidak sejalan dengan semangat reformasi TNI dan semangat dalam Undang-Undang (UU) TNI. 

Menurut dia, sebagai struktur yang di masa Orde Baru adalah kelanjutan dari doktrin dwi fungsi ABRI dan berperan sosial-politik menopang rezim Soeharto, seharusnya Koter direstrukturisasi atau dikurangi, bukan ditambah.Hal itu karena doktrin dwi fungsi sudah dihapus.

Sehingga lanjut dia struktur Koter seharusnya di restrukturisasi atau dikurangi. "Sayangnya kini yang terjadi justru ditambah bukan dikurangi dan ini masalah. Apapalagi di dalam UU TNI Nomor 3 tahun 2025 di dalam bagian penjelasan tentang gelar kekuatan TNI, gelar kekuatan TNI tidak boleh mengikuti dan menduplikasi struktur pemerintahan sipil di daerah," ungkapnya. 

Ia menduga penambahan struktur dan pengembangan organisasi TNI kali ini sangat pragmatis yakni untuk mengatasi penumpukan jumlah perwira TNI yang banyak  Sehingga, lanjut dia, dikembangkan strukturnya tanpa menghitung implikasinya dan dampak pada beban anggaran.

Al Araf juga menduga pengembangan struktur organisasi TNI itu dilakukan tanpa didasari kebijakan postur dan startegi pertahanan yang baru."Pengembangan organisasi ini juga punya potensi tumpang tindih fungsi seperti fungsi antara Wakil Panglima TNI, Kasum (Kepala Staf Umum) TNI dan Kepala Staf Angkatan," kata dia.

Lebih dari itu, ia memandang pembentukan 100 batalion infanteri pembangunan terlalu berlebihan. Menurutnya, militer dididik, dilatih, dan dan direkrut untuk menghadapi perang.

Sehingga upaya menarik militer untuk mengatasi masalah pangan dengan membentuk batalion tersebut sudah berlebihan dan akan melemahkan profesionalisme militer sendiri untuk hadapi perang. "Pengembangan organisasi ini akan berdampak pada bertambahnya beban anggaran di sektor pertahanan. Padahal selama ini anggaran pertahanan sudah terbebani dengan banyaknya anggaran rutin dan operasional sehingga untuk membeli alutsita modern terbatas dan meningkatkan kesejahteraan prajurit juga sulit," kata dia.

"Dengan pengembangan organisasi ini akan punya dampaknya pada menambahnya beban anggaran di sektor pertahanan," pungkasnya. (Tribun Network/fik/gta/riz/wly)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved