HMI Cabang Makassar
Putusan MK dan Wacana Pilkada Lewat DPRD Dibedah di Dialog Kebangsaan HMI Cabang Makassar
Pimpinan DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem tiba-tiba ngopi bersama di Warung Kopi Aspirasi, Jalan AP Pettarani, Sabtu (9/8/2025).
Kini, MK justru menetapkan satu model—pemilu pusat dan lokal dipisah—tanpa memberi ruang kepada DPR sebagai pembentuk UU.
Rifqinizamy juga menyatakan bahwa Putusan MK ini berpotensi menurunkan martabat kewenangan institusi tersebut. MK seharusnya hanya menjadi penguji konstitusionalitas UU, bukan "mengambil alih tugas" DPR dan Presiden dalam membentuk norma hukum baru
Dia mengatakan seharusnya tugas MK hanya sampai di titik menilai suatu norma undang-undang saja soal apakah itu konstitusional atau inkonstitusional, sehingga tidak sampai membentuk suatu norma tertentu.
“Mahkamah men-downgrade dirinya dari yang seharusnya hanya menilai satu norma undang-undang terhadap undang-undang dasar apakah bersifat konstitusional atau inkonstitusional, menjadi mahkamah yang membentuk norma,” katanya.
Padahal, ujarnya, DPR RI lah yang sebenarnya memiliki kewenangan sebagai pembentuk undang-undang atau norma, karena memiliki konteks open legal policy. “Kemudian [MK] mengambil alih dalam tanda kutip tugas konstitusional kami, Presiden dan DPR, untuk membentuk norma,” ucapnya. Sebab itu, legislator NasDem ini menegaskan bahwa sebagai anggota Fraksi NasDem dirinya ingin menegakkan prinsip-prinsip konstitusionalitas itu.
Lebih lanjut, Rifqi pun menekankan sikap partai NasDem terhadap putusan MK ini adalah bila ditindaklanjuti maka itu adalah bagian dari pelanggaran konstitusi itu sendiri.
Sepemahamannya pula, imbuh dia, dalam konteks teori hukum data negara dan hukum konstitusi putusan MK itu bersifat final dan mengikat.
Sebab itu, dia memandang bila ada judicial review (JR) lagi, maka putusan MK itu sifatnya jadi tidak final dan mengikat.
“Dan itulah yang sekarang menjadi kritik kami terhadap MK. Satu objek yang sama itu bisa diputus berkali-kali dengan putusan yang berbeda,” ungkapnya.
Sementara itu, Taufik Basari membahas soal wacana pemilihan langsung atau pemilihan lewat DPRD untuk kepala daerah mendatang.
Ia menambahkan dalam undang-undang dasar 1945 pada Pasal 18 tentang pemerintahan daerah tak membahas soal model pemilihan.
Pada Desember 2024, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan ide bahwa untuk mengurangi biaya tinggi pemilihan umum, kepala daerah bisa dipilih oleh DPRD seperti sistem di Malaysia atau Singapura.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan setuju dan menyebut pilihan seperti DPRD juga merupakan bentuk demokrasi perwakilan
Anggota DPR RI periode 2019-2024, Taufik Basari pun mengatakan Asbabul Nuzul soal model Pilkada ini adalah disesuaikan dengan zaman.
Pada pembahasan UUD 1945, istilah asbabul nuzul sering dipakai secara kiasan untuk menyebut latar belakang historis atau alasan munculnya suatu pasal atau kebijakan.
"Kan isinya dari pasal ini adalah “Gubernur, Bupati, dan Wali Kota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.”
kata kuncinya dipilih secara demokratis, tidak spesifik harus langsung oleh rakyat atau melalui DPRD. Pilihan modelnya diserahkan pada pembentuk UU," katanya menambahkan. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.