Opini
Abolisi Tak Selalu Berarti Bersih
Di tengah masyarakat yang makin cerdas dan melek hukum, keputusan seperti abolisi tidak bisa diterima mentah-mentah.
Di era digital ini, jejak digital tak bisa diseka seperti papan tulis. Sekali muncul di berita, nama akan selalu bisa dicari di Google. Potongan video, cuitan, rekaman wawancara semuanya tinggal klik. Dan publik hari ini tak lagi pasif.
Mereka menggali informasi, menyusun potongan-potongan, lalu membentuk penilaian sendiri.
Bahkan ketika keputusan abolisi diumumkan, sebagian masyarakat tetap bertanya: mengapa diberi? siapa yang mengusulkan? apa pertimbangannya?
Abolisi bisa menghapus tuntutan pidana, tapi tidak serta-merta menghapus rasa curiga. Apalagi bila orang merasa “ada yang disembunyikan”.
Jangan Remehkan Luka Sosial
Kasus-kasus besar sering menimbulkan luka kolektif. Terutama jika berkaitan dengan uang negara, penyalahgunaan jabatan, atau hal-hal yang menyentuh rasa keadilan publik.
Saat pelakunya tiba-tiba “dibebaskan” tanpa penjelasan terbuka, luka itu terasa makin dalam. Masyarakat kita, walau ramah dan sabar, tetap punya batas. Mereka bisa memaafkan, tapi ingin dihargai.
Mereka ingin kejelasan, bukan sekadar pernyataan pers singkat atau lembaran keputusan hukum yang dibacakan tanpa empati.
Inilah yang sering luput dari pejabat: bahwa publik bukan hanya objek hukum, tapi subjek moral.
Dan ketika keputusan hukum tidak dibarengi komunikasi yang jujur dan terbuka, maka lahirlah rasa kecewa.
Abolisi Bukan Alat Cuci Nama
Kita perlu menegaskan bahwa abolisi bukan alat pembersih reputasi. Ia bukan pemutih catatan moral.
Yang bisa membersihkan nama seseorang bukan surat keputusan, tapi sikap setelahnya. Apakah ia menjelaskan?
Meminta maaf jika memang bersalah? Atau malah menjauh dari publik dan bersikap defensif?
Dalam banyak kasus, publik justru bisa memaafkan bila seseorang menunjukkan kesungguhan berubah.
Tapi bila seseorang merasa abolisi adalah “pembebasan total” tanpa rasa tanggung jawab moral, maka masyarakat akan tetap menjaga jarak.
Kerentanan Saling Mengunci di Pesisir: Kemiskinan Struktural dan Perubahan Iklim |
![]() |
---|
H. Muchtar Lutfi, Pejuang Sunyi yang Layak Jadi Pahlawan Nasional |
![]() |
---|
Mengenang Masyaikh Tarekat dan Milad ke-5 Tarekat al-Muhammadiyah al-Sunusiyah al-Idrisiyah |
![]() |
---|
Amnesti, Abolisi, dan Kompromi Politik |
![]() |
---|
Bebas Tarif untuk AS, Beban Baru untuk Kita? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.