Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Abolisi Tak Selalu Berarti Bersih

Di tengah masyarakat yang makin cerdas dan melek hukum, keputusan seperti abolisi tidak bisa diterima mentah-mentah.

|
Editor: Sudirman
Ist
OPINI - Assoc Prof dr Alwi A Mappiasse SH MH SpDV-E PhD Dosen Etik dan Humaniora Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Bosowa   

Di era digital ini, jejak digital tak bisa diseka seperti papan tulis. Sekali muncul di berita, nama akan selalu bisa dicari di Google. Potongan video, cuitan, rekaman wawancara semuanya tinggal klik. Dan publik hari ini tak lagi pasif.

Mereka menggali informasi, menyusun potongan-potongan, lalu membentuk penilaian sendiri.

Bahkan ketika keputusan abolisi diumumkan, sebagian masyarakat tetap bertanya: mengapa diberi? siapa yang mengusulkan? apa pertimbangannya?

Abolisi bisa menghapus tuntutan pidana, tapi tidak serta-merta menghapus rasa curiga. Apalagi bila orang merasa “ada yang disembunyikan”.

Jangan Remehkan Luka Sosial

Kasus-kasus besar sering menimbulkan luka kolektif. Terutama jika berkaitan dengan uang negara, penyalahgunaan jabatan, atau hal-hal yang menyentuh rasa keadilan publik.

Saat pelakunya tiba-tiba “dibebaskan” tanpa penjelasan terbuka, luka itu terasa makin dalam. Masyarakat kita, walau ramah dan sabar, tetap punya batas. Mereka bisa memaafkan, tapi ingin dihargai.

Mereka ingin kejelasan, bukan sekadar pernyataan pers singkat atau lembaran keputusan hukum yang dibacakan tanpa empati.

Inilah yang sering luput dari pejabat: bahwa publik bukan hanya objek hukum, tapi subjek moral.

Dan ketika keputusan hukum tidak dibarengi komunikasi yang jujur dan terbuka, maka lahirlah rasa kecewa.
 
Abolisi Bukan Alat Cuci Nama

Kita perlu menegaskan bahwa abolisi bukan alat pembersih reputasi. Ia bukan pemutih catatan moral.

Yang bisa membersihkan nama seseorang bukan surat keputusan, tapi sikap setelahnya. Apakah ia menjelaskan?

Meminta maaf jika memang bersalah? Atau malah menjauh dari publik dan bersikap defensif?

Dalam banyak kasus, publik justru bisa memaafkan bila seseorang menunjukkan kesungguhan berubah.

Tapi bila seseorang merasa abolisi adalah “pembebasan total” tanpa rasa tanggung jawab moral, maka masyarakat akan tetap menjaga jarak.

Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved