Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Rumah Mantan Komisioner KPID Sulsel Hidayat Nahwi Rasul Nyaris Dieksekusi

Rumah yang kini dihuni istri dan anak-anak almarhum berlokasi di komplek Perumahan Graha Tirta Duta, Jl Dg Tata I, Blok V, Kecamatan Tamalate.

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Alfian
Tribun-Timur.com/Muslimin Emba
EKSEKUSI LAHAN - Kolase tangkapan layar video suasana upaya eksekusi rumah mantan komisioner KPID Sulsel, Hidayat Nahwi Rasul dan pendampingannya, Ketua Lembaga Aliansi Indonesia (LAI) DPC Kota Makassar, Ibrahim Anwar ditemui di lokasi rumah, komplek Perumahan Graha Tirta Duta, Jl Dg Tata I, Blok V, Kecamatan Tamalate, Makassar, Senin (28/7/2025). 

 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Rumah mendiang Komisioner pertama KPID Sulsel, Hidayat Nahwi Rasul, nyaris dieksekusi juru sita Pengadilan Negeri Makassar, Senin (28/7/2025).

Rumah yang kini dihuni istri dan anak-anak almarhum Nahwi itu berlokasi di komplek Perumahan Graha Tirta Duta, Jl Dg Tata I, Blok V, Kecamatan Tamalate, Makassar.

Dalam rekaman video yang diunggah akun Instagram, makassarviral_com, upaya eksekusi diwarnai perdebatan alot.

Antara perwakilan keluarga Hidayat Nahwi Rasul dengan tim eksekutor dikawal personel kepolisian.

Perwakilan keluarga Hidayat didampingi LSM, menolak keras proses eksekusi.

Melihat situasi kurang memungkinkan, tim eksekutor dan aparat kepolisian dari Sektor Tamalate, akhirnya tarik diri lokasi.

Kapolsek Tamalate Kompol Syarifuddin yang dikonfirmasi, membenarkan adanya upaya eksekusi itu.

"Tadi pagi TIM PN Makassar yang didampingi oleh personil Polrestabes dan Polsek untuk melakukan pengamanan eksekusi," kata Kompol Syarifuddin.

"Namun situasi di lokasi yang tidak memungkinkan dan setelah diskusi singkat dengan Tim dari PN di lokasi dengan berbagai pertimbangan sehingga eksekusi ditunda," sambungnya.

Baca juga: Janji Perangi Mafia Tanah di Makassar, Munafri Arifuddin: Tak Boleh Ada Lagi yang Dirampas!

Ketua Lembaga Aliansi Indonesia (LAI) DPC Kota Makassar, Ibrahim Anwar, yang juga kakak kandung dari pewaris ibu Mardiah (istri Hidayat) mengatakan, penolakan dilakukan bukan tanpa alasan.

Pasalnya kata dia, saat Hidayat Nahwi Rasul meninggal pada Juli 2019, pihak keluarga dan lembaganya telah memberitahukan ke pihak pembiayaan.

Namun, pada pekan pertama, pihak bank menampik dengan menyebut yang bersangkutan tidak memiliki polis asuransi.

"Minggu kedua saya datang mengklarifikasi dan menyampaikan bahwa kami ini berteman dengan  AO (beberapa) bank," ujarnya.

Anwar pun menduga, pihak bank berupaya melindungi diri lantaran tidak mengecek langsung ke lokasi dengan mendatangi rumah duka atau mendatangi kuburan lalu membuat berita acara bahwa debitur telah meninggal dunia.

"Tapi tindakan itu tidak dilakukan, yang inilah yang namanya mal," ujar Anwar yang juga kakak ipar almarhum Hidayat Nahwi Rasul.

Atas dasar itu, lanjut Anwar, pihaknya pun menyurat ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan dipertemukan pihak bank.

"Akhirnya, pihak bank memunculkan polis asuransinya. Setelah diperlihatkan polis asuransi, saya katakan kenapa bohong dari kemarin, kenapa tidak diproses," sebutnya.

Sepengetahuan Anwar, lelang oleh pihak bank dilakukan dua tahun kemudian atau 2021.

Pihak bank, kata dia, mengajukan lelang dengan prinsip kehati-hatian.

Namun, hal itu lanjut Anwar, tidak terlihat hingga muncul persoalan seperti sekarang ini.

"Pada saat almarhum ipar saya diikat dengan perjanjian, anda (pihak bank) ikat dengan perjanjian klausul baku," terang Anwar.

"Anda (pihak bank) ikat dengan SKMHT yang dilarang oleh instruksi kementerian dalam negeri nomor 14 tahun 82, anda ikat juga dengan masa jual dengan waktu yang bersamaan," ungkap Anwar.

"Tidak boleh ada dua perbuatan hukum, itu namanya perbuatan melawan hukum," sambungnya.

Anwar menyebut, lelang yang dilakukan pihak bank juga tanpa izin dari ketua pengadilan.

"Lelang tanpa izin ketua pengadilan adalah perbuatan melawan hukum," jelasnya.

Lebih lanjut dijelaskan, Amanin di dalam peraturan eksekusi Mahkamah Agung, tidak ada.

"Tidak ada namanya amanin setelah lelang, amanin itu sebelum lelang berdasarkan undang undang nomor 26 harus izin pengadilan," cetusnya.

Atas amanin yang ada, terang Anwar, pihaknya pun melaporkan ketua pengadilan ke komisi yudisial.

Kejanggalan lain kata dia, lelang pada 26 Januari 2021 yang dimenangkan inisial Z, juga disebut tidak sesuai aturan.

Pasalnya, risalah Z tertuang pada bulan Mei 2021. Sementara dalam aturan kata dia, batas waktunya hanya enam hari setelah lelang.

"Bagaimana bisa surat itu langsung memohon pengosongan oleh Z itu sedangkan dia sampaikan itu 26 Januari sesuai dengan suratnya bank," ungkapnya.

Anwar pun mengaku telah mengajukan gugatan terhadap lima pihak terkait. Termasuk di dalamnya pelelang dan pemenang lelang.

Belum ada keterangan dari pihak bank, pemenang lelang ihwal kejadian itu.

Tribun juga sudah berusaha mengonfirmasi Humas Pengadilan Negeri Makassar, Sibali, namun belum memberikan keterangan.(*)

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved