Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

SD - SMP di Bone Belajar Kurikulum Pangan Lokal, Siswa Praktek Bertani dan Berkebun

Kurikulum ini diinisiasi The International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF) bersama Dinas Pendidikan Kabupaten Bone.

Penulis: Faqih Imtiyaaz | Editor: Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM
PANGAN LOKAL - Bincang Iklim peluncuran Kurikulum Pangan Lokal di SD - SMP Kabupaten Bone oleh ICRAF - Disdik Bone secara daring pada Kamis (24/7/2025). Sebanyak 31 sekolah percontohan di Kabupaten Bone sudah menerapkan kurikulum pangan lokal dalam pembelajaran sehingga para siswa sudah bisa belajarberkebun hingga Bertani 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Bone akan mendapat sentuhan edukasi pangan lokal dalam kurikulum pembelajaran siswa.

Kurikulum pangan lokal diterapkan pada siswa fase C yakni SD kelas 5 dan 6. Kemudian siswa fase D meliputi jenjang SMP.

Pangan lokal dirumuskan menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri.

Kurikulum ini diinisiasi The International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF) bersama Dinas Pendidikan Kabupaten Bone.

Materi pelajaran ini mencakup keragaman pangan lokal, cara budidaya hingga ke pengolahan.

Para siswa juga akan diajarkan onsep perubahan iklim sampai pada dampaknya terhadap pangan.

Nur Salam, Ketua Tim Pengembangan Mulok Pangan Lokal Bone menjelaskan ada empat dimensi dan elemen dalam menyusun kurikulum ini.

Baca juga: Apa Itu Kurikulum Cinta dan Eco-Thelogy? Konsep Baru Diterapkan Kementerian Agama

Pertama yakni observasi dan eksplorasi akan didekatkan dalam pembelajaran.

"Kita menyiapkan peserta didik kita mengenali tanaman pangan dan olahan makanan yang bersifat lokal. Mungkin sudah langka tapi cocok tumbuh diwilayahnya," jelas Nur Salam.

kedua budidaya terkait melestarikan pangan lokal ini dengan memanfaatkan lahan sekolah.

Kemudian aspek pengolahan, terkait mengolah pangan tersebut dengan mempertahankan nilai gizi.

"Terakhir penyajian, berbagai macam hasil olahan ini disajikan dengan prinsip B2SA (beragam, bergizi, seimbang dan aman)," tegas Nur Salam dalam Bincang Iklim secara daring pada Kamis (24/7/2025).

Kurikulum Pangan Lokal ini sudah diluncurkan oleh Wakil Bupati Bone Andi Akmal Pasluddin.

Dalam kurikulum tersebut, pangan lokal yang terdapat di Kabupaten Bone begitu beragam.

Pada kelompok makanan pokok ada ubi jalar putih, singkong, sagu, beras, sukun, ubi jalar kuning, jagung kuning, kentang, labu kuning dan jagung pulut.

Kemudian pada kelompok sayuran ada kelor, sawi putih, bayam, kangkung, pare, wortel, labu siam, jantung pisang, terong, tomat, pangi, oyong hingga rebung.

Kelompok sayuran dan makanan pokok ini umum dijumpai di Kabupaten Bone.

Pangan lokal inipun didorong mampu diperkenalkan kepada siswa mulai dari cara budidayanya, pengolahan sampai ke penyajian.

Untuk kelompok buah-buahan, di Bone banyak dibudidayakan buah naga, jambu biji, jambu mete, jambu air, papaya, jeruk bali, sirsak, langsat, pisang, jeruk, rambutan, srikaya, alpukat, salak, semangka dan mangga.

Sementara kelompok lauk pauk, ada lauk nabati berupa kacang tanah, kacang merah, petai, tahu dan tempe.

Untuk lauk hewani ada telur ayam, telur bebek, tongkol, bandeng, teri, udang, lele, mujair, cumi, ayam, daging sapi dan rusa.

"Persoalan pangan ini keberlangsungan hidup, setiap generasi butuh pangan.

Padahal banyak tantangan, sehingga perlu diwariskan melalui Pendidikan bahwa perlunya kesadaran pangan, tanaman dan hewan yang bisa menghasilkan pangan," tegas Nur Alam.

Kurikulum dan bahan ajar ini telah diuji coba di 31 sekolah percontohan di Kabupaten Bone, terdiri 17 SD dan 14 SMP.

Sementara itu Research Delivery Team Coordinator CIFOR-ICRAF Indonesia Arizka Mufida menjelaskan integrasi pengetahuan tentang pangan lokal ke pendidikan formal menjadi salah satu fokusnya.

Kurikulum Mulok ini dikembangkan juga di Nusa Tenggara Timur dan Sumatera Selatan.

Arizka menyebut perubahan iklim berdampak pada produksi dan akses terhadap pangan, sehingga berpotensi melemahkan ketahanan pangan masyarakat. 

Salah satu upaya untuk meningkatkan ketangguhan terhadap perubahan iklim adalah dengan mendorong pengetahuan dan pemanfaatan pangan lokal.

"Indonesia kaya akan ragam pangan alternatif. Namun, kurangnya pengetahuan tentang sumber-sumber pangan di lingkungan sekitar menjadi penghambat ketahanan pangan,” kata Arizka.

Selama ini pengetahuan tentang pangan lokal hanya diwariskan melalui budaya.

Baik itu melalui keluarga ataupun kehidupan sehari-hari.

Arizka mengaku penting mengintegrasikan pengetahuan pangan lokal dalam sistem Pendidikan 

“Selama ini, banyak pengetahuan tentang pangan lokal diwariskan dari satu generasi ke generasi lain melalui budaya bertutur, kurang terdokumentasi dengan baik sehingga rawan hilang dan terlupakan,” katanya.(*)

 

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved