Setiawan Aswad
Setiawan Mundur dari Kepala Bappelitbangda Sulsel 2 Hari Usai Blak-blakan Masalah Sulsel di PKB
Setiawan Aswad mundur berselang 2 hari setelah jadi narasumber ngobrol spesial Tribun Timur
TRIBUN-TIMUR.COM - Kabar mengejutkan di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel, Rabu, 23 Juli 2025 siang.
Setiawan Aswad mundur menjabat Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Sulsel.
Ia mundur berselang 2 hari setelah jadi narasumber ngobrol spesial Tribun Timur.
Dua jam lebih Setiawan Aswad mengurai 18 permasalah pembangunan di Sulsel dalam Ngobrol Spesial dipandu Wapimpred Tribun Timur AS Kambie.
Diskusi bertajuk Membaca Visi, Permasalahan dan Prioritas Pembangunan Sulawesi Selatan 2025-2030.
Baca juga: Pemprov Sulsel Segera Lelang Jabatan yang Ditinggal Setiawan Aswad, Bapelitbangda Dipimpin Saleh
Hadir enam narasumber yaitu Ketua DPW PKB Sulsel Azhar Arsyad SH MH, Kepala Bappelitbangda Sulsel Setiawan Aswad, Ketua Forum Komunikasi Pondok Pesantren Se-Sulawesi Selatan Dr KH Afifuddin Harisah Lc MAg, Lucia Palulungan dari Yayasan BaKTI, dan ekonom Unhas Dr Agussalim.
Saat Ketua Lakpesdam NU Sulsel Abdul Karim menanyakan korelasi karakter Gubernur Sulsel dengan 18 permasalahan pembangunan Sulsel, Setiawan Aswad menjawab diplomatis, “Masing-masing pemimpin punya karakter dan gaya berbeda.”
Moderator berseloroh “Hampir satu jam Pak Seriawan mengurai 18 permasalahan pembangunan di Sulsel, 4 fokus utama, dan 8 solusi".
Setiawan Aswad mengurai satu per satu pemasalahan pembangunan di Sulsel.
Pertama pendapatan per kapita Sulsel masih rendah, berada di peringkat 16 dari 38 provinsi. Ketimpangan pendapatan juga masih tinggi dilihat dari Gini Rasio.
"Angka kemiskinan kita juga masih besar, terutama di wilayah pedesaan, lalu ada daya saing daerah belum optimal, Sulsel menempati posisi ke-20 secara nasional," ungkapnya.
Indikator kesehatan masyarakat masih lemah, usia harapan hidup rendah dan angka kematian ibu dan anak tinggi dan pendidikan belum merata, dilihat dari rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah.
Indeks toleransi dan moderasi beragama rendah, di bawah rata-rata nasional serta reformasi birokrasi belum adaptif, pemerintahan belum cepat menanggapi perubahan dan tantangan pembangunan.
"Infrastruktur belum memadai, banyak irigasi rusak, kemantapan jalan menurun, dan pelabuhan provinsi belum maksimal," ujarnya.
Risiko bencana tinggi, dampaknya masih besar terhadap keselamatan jiwa dan layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan.
"Juga ada alih fungsi lahan dan penurunan kualitas lingkungan masih terjadi, khususnya di wilayah hulu daerah aliran sungai," kata dia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.