Beras Oplosan
Sulsel Jadi Lokasi Distribusi Beras Oplosan 4 Perusahaan Besar
Satgas Pangan Polri pun mengambil sampel di 10 provinsi untuk empat perusahaan besar yang mendistribusikan beras oplosan.
TRIBUN-TIMUR.COM- Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri merilis laporan Beras oplosan di Indonesia.
Satgas Pangan Polri pun mengambil sampel di 10 provinsi untuk empat perusahaan besar.
Empat perusahaan besar produsen beras premium saat ini tengah diperiksa oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri karena diduga melakukan praktik curang terkait mutu dan takaran beras.
Empat perusahaan tersebut antara lain Wilmar Group, Food Station Tjipinang Jaya, Belitang Panen Raya (BPR), dan Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).
Kepala Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri, Brigjen Helfi Assegaf, membenarkan bahwa keempat produsen tersebut kini dalam proses penyelidikan oleh aparat kepolisian.
“Betul, masih dalam proses pemeriksaan,” ujar Brigjen Helfi kepada media, Kamis (10/7/2025).
Baca juga: Harga Beras Melonjak di Sulsel, Warga Menjerit Padahal Cadangan Beras 4,2 Juta Ton
Berdasarkan hasil investigasi awal, Wilmar Group diduga melakukan kecurangan terhadap sejumlah produk beras premium seperti Sania, Sovia, Fortune, dan Siip.
Dugaan pelanggaran didasarkan pada hasil uji terhadap 10 sampel yang diambil dari berbagai daerah seperti Aceh, Lampung, Sulawesi Selatan, Jabodetabek, dan Yogyakarta.
Sementara itu, Food Station Tjipinang Jaya yang memproduksi merek Beras Premium Setra Ramos, Beras Pulen Wangi, Food Station, Ramos Premium, Setra Pulen, dan Setra Ramos juga ditemukan tidak memenuhi standar mutu.
Sembilan sampel dari Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, dan Aceh menunjukkan hasil yang tidak sesuai.
Perusahaan Belitang Panen Raya (BPR), produsen Raja Platinum dan Raja Ultima, diduga melanggar standar mutu berdasarkan hasil uji dari tujuh sampel di Sulsel, Jawa Tengah, Kalsel, Jabar, Aceh, dan Jabodetabek.
Adapun Sentosa Utama Lestari, bagian dari Japfa Group, juga masuk dalam daftar pemeriksaan.
Produk mereka dengan merek Ayana diduga tidak sesuai standar berdasarkan tiga sampel dari Yogyakarta dan Jabodetabek.
Brigjen Helfi menegaskan bahwa Satgas Pangan Polri akan terus memperkuat pengawasan terhadap komoditas pangan strategis, termasuk beras, demi melindungi hak konsumen dan menjaga integritas distribusi bahan pokok nasional.
“Kami berkomitmen menindak setiap pelanggaran terhadap standar pangan, karena menyangkut langsung dengan kebutuhan pokok masyarakat,” tegasnya.
Keempat perusahaan tersebut diketahui memasarkan produk-produk beras dengan merek ternama yang banyak beredar di pasar ritel modern, sehingga dugaan pelanggaran ini menjadi perhatian serius publik dan otoritas pengawas pangan nasional.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto juga menerima laporan mengenai adanya 'permainan' dalam penjualan beras premium.
Ia mengungkapkan ada beras biasa yang diberi stempel sebagai beras premium dan dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Untuk itu, Prabowo telah menugaskan pihak yang berwenang untuk memulai pengusutan praktik tak bertanggung jawab tersebut.
"Ini kan penipuan. Ini pidana. Saya minta Jaksa Agung dan Kapolri usut dan tindak. Ini pidana. Dan saya dapat laporan kerugian yang dialami oleh ekonomi Indonesia, Rp100 triliun tiap tahun," kata Prabowo.
"Menteri Keuangan, kita setengah mati cari uang. Setengah mati. (Dari) Pajak ini-lah, biaya cukai ini-lah dan sebagainya. Rp100 triliun kita rugi tiap tahun, dinikmati oleh hanya 4-5 kelompok usaha," tambahnya.
Sebelumnya, Kementerian Pertanian bersama Satgas Pangan mengaku menemukan sebanyak 212 merek beras yang produknya tidak sesuai standar atau berisi beras oplosan.
212 merek itu ditemukan tak sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkap salah satu modusnya, yakni pencantuman label yang tidak sesuai dengan kualitas beras sebenarnya atau sering disebut oplosan.
Amran mencontohkan, sebanyak 86 persen dari produk yang diperiksa mengklaim sebagai beras premium atau medium, padahal hanya beras biasa.
Ada pula modus pelanggaran yang mencakup ketidaksesuaian berat kemasan, di mana tertulis 5 kilogram (kg) namun hanya berisi 4,5 kg.
"Artinya, beda 1 kg bisa selisih Rp2.000-3.000/kg. Gampangnya, misalnya emas ditulis 24 karat, tetapi sesungguhnya 18 karat. Ini kan merugikan masyarakat Indonesia," kata Amran di Makassar, Sabtu (12/7).
Akibat praktik kecurangan itu menurut Amran, kerugian yang diderita masyarakat tak tanggung-tanggung. Nilainya ditaksir mencapai Rp99,35 triliun setiap tahun.
"Selisih harga dari klaim palsu ini bisa mencapai Rp1.000 hingga Rp2.000 per kilogram. Jika dikalikan dengan volume nasional, potensi kerugian masyarakat bisa mencapai hampir Rp100 triliun," tegasnya.
Ia menambahkan bahwa praktik semacam ini bukan kali pertama terjadi.
"Ini terjadi setiap tahun. Kalau kita akumulasi dalam 10 tahun, nilainya bisa tembus Rp 1.000 triliun," ungkap Amran.
Amran sudah melaporkan temuan itu ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo hingga Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk diproses lebih lanjut.
"Semuanya ini yang 212 merek kami sudah kirim ke pak Kapolri, kemudian Satgas Pangan, dan pak Jaksa Agung. Mudah-mudahan ini diproses cepat," katanya.
Amran mengaku juga sudah menerima laporan bahwa pemeriksaan terhadap 212 merek tersebut sudah dimulai pada Kamis (10/7).
"Ada 10 perusahaan terbesar yang sudah dipanggil oleh Bareskrim, Satgas Pangan," imbuhnya.
Ia pun berharap perusahaan di balik merek-merek itu bisa ditindak tegas karena merugikan masyarakat.(tribun network)
Penyidikan! Ini Perbedaan Sania, Sentra Ramos Biru, Ramos Merah, Pulen dan Jelita Beras Oplosan |
![]() |
---|
Pemprov Sulsel Bantah Satgas Pangan Polri: Tak Ada Beras Oplosan di Sulsel |
![]() |
---|
Beras SPHP Oplosan Dijual Rp70 Ribu di Baubau Sultra |
![]() |
---|
Intel Tentara Dikerahkan Cari Beras Oplosan Beredar di Kampung Mentan di Bone |
![]() |
---|
Isu Beras Oplosan Merebak, Komisi B Minta Pengawasan Ketat di Pasar Sulsel |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.