Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Deep Learning: Merangkai Nalar Kritis dan Karakter dalam Satu Napas Kurikulum

Lalu, bagaimana cita-cita itu diterjemahkan dalam praktik pembelajaran di ruang kelas?

Editor: Sudirman
Ist
OPINI - Thamrin Paelori Koordinator Pengawas Dinas Pendidikan Kota Makassar   

Oleh: Thamrin Paelori 

Koordinator Pengawas Dinas Pendidikan Kota Makassar  

TRIBUN-TIMUR.COM - Dalam wajah baru pendidikan Indonesia, kita tidak sedang memilih antara generasi kritis atau generasi berkarakter, melainkan sedang membentuk generasi utuh: yang berpikir tajam sekaligus berhati bijak. 

Itulah esensi dari Kurikulum Merdeka dan profil dimensi lulusan. Dua fondasi ini yang menuntun arah transformasi pendidikan Indonesia kini.

Lalu, bagaimana cita-cita itu diterjemahkan dalam praktik pembelajaran di ruang kelas?

Bagaimana menyeimbangkan nalar kritis dan karakter, bukan hanya dalam dokumen, tapi dalam kenyataan pembelajaran sehari-hari? Jawabannya terletak pada deep learning (Pembelajaran Mendalam: PM).

Ia bukan sekadar pendekatan, melainkan strategi menyatukan dua pilar utama pendidikan: kompetensi kognitif tingkat tinggi dan pembentukan karakter mulia.

Kurikulum kini: Merampingkan, Memperdalam, Memanusiakan. Inti perubahan kurikulum hari ini terletak pada satu kata kunci: perampingan.

Kita tak lagi mengejar kuantitas materi, melainkan kualitas pemahaman. Kurikulum tidak lagi memaksa guru dan siswa mengejar seluruh isi buku dalam waktu terbatas, tapi memberi ruang untuk menyelami esensi. Sedikit dipelajari, tapi mendalam.

Lebih penting siswa memahami satu konsep dengan kritis dan aplikatif, daripada mengetahui sepuluh konsep secara hafalan. Perampingan ini bukan sekadar pengurangan isi.

Ia adalah perubahan paradigma. Bahwa yang perlu diajarkan bukan “apa yang harus diingat,” tapi “bagaimana cara berpikir dan bersikap.”

Maka, materi bukan lagi tujuan, melainkan alat untuk membentuk kompetensi dan nilai. Persoalannya isi kurikulum kini masih sangat gemuk jika tidak mau dikatakan sarat dengan beban berat.

Padahal kurikulum mengisyaratkan secara tegas bahwa kurikulum harus berjiwa: materi esensial dan kontekstual.

Guru diberi ruang untuk memilih materi yang paling relevan dengan kehidupan siswa dan profil lulusan yang ingin dibentuk.

Hal ini memungkinkan siswa memahami hubungan antara pelajaran dan dunia nyata, menumbuhkan makna, bukan sekadar menghafal. Mungkin lebih bijak untuk mempercepat transformasi, kurikulum memang harus dirampingkan terlebih dahulu.

Halaman
12
Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Reshuffle Menteri

 

Angngapami?

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved