Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Literasi Ulama

80 Tahun HM. Aksa Mahmud 

Ternyata saat bertemu Ust. Das’ad Latief, kembali ulas buku itu, bercerita tentang ulama-ulama tersohor di Sulsel.

Editor: Sudirman
TRIBUN-TIMUR.COM
OPINI - Firdaus Muhammad Pembina Pesantren An-Nahdlah, Dosen UIN Alauddin Makassar dan Ketua Komisi Infokom MUI Sulsel 

Oleh: Firdaus Muhammad

Pembina Pesantren An-Nahdlah, Dosen UIN Alauddin Makassar dan Ketua Komisi Infokom MUI Sulsel

TRIBUN-TIMUR.COM - HAJI Muhammad Aksa Mahmud genap berusia 80 tahun. Lahir di Barru, 16 Juli 1945. Sosoknya dikenal pecinta ulama, mengapresiasi kolom literasi ulama Tribun.

Saat tulisan kolom ini diterbitkan jadi buku memuat 50 ulama Sulselbar tahun 2017. Beliau memberi komentar panjang saat saya menemui di kediamannya sembari menyodorkan buku tersebut.

Ternyata saat bertemu Ust. Das’ad Latief, kembali ulas buku itu, bercerita tentang ulama-ulama tersohor di Sulsel.

Dalam nada bertanya, beliau ungkap kenapa ulama banyak lahir setidaknya dikenal ulama besar setelah mengaji di Wajo.

Lalu beliau jawab sendiri, karena kehadiran Anregurutta Syekh Muh. As’ad yang membuka pengajian di kota Sengkang.

Beberapa ulama mengikuti pengajiannya, diantaranya, AGH. Abdurrahman Ambo Dalle asal Tanasitolo Wajo, AGH. Daud Ismail dari Soppeng, AGH. Abduh Pabbajah asal Sidrap dan AGH. Muh. Yunus Maratan serta AGH. Abdul Malik Muhammad, keduanya asal Belawa Wajo.

HM. Aksa Mahmud juga sangat dekat dengan ulama tersebut.

Pengalaman saya awal masuk Pesantren An-Nahdlah Makassar tahun 1992, pernah ikuti acara akhir tahun di Kantor Bosowa di Jl. Urip tepat depan Kampus UMI.

Dalam acara tersebut, diundang sejumlah ulama untuk doa bersama.

Tampak kala itu AGH. Abdurrahman Ambo Dalle hadir memakai kursi roda, hadir AGH. Muhammad Nur, AGH. Abduh Pabbajah, AGH. Junaid Sulaiman, AGH. Muh. Danial, AGH. Sanusi Baco, AGH. Muh. Harisah AS, AGH. Muh. Ramli, AGH. Mahmud Abbas dan AGH. Farid Wajedy. 

Selain mengundang ulama, juga hadirkan para tokoh ormas, ustas, dan santri. Lautan manusia doa bersama di kantor Bosowa. Hal itu menjadi tradisi di Bosowa kala itu.

Hal yang sama, kala pertama kali operasikan mesin cetak Harian Tribun Timur, juga undang ulama dirangkaikan acara pembacaan barazanji dan doa bersama.

Pengalaman lain yang saya saksikan. Saat jenazah AGH. Muh. Harisah AS hendak dimandikan untuk dikafani dan dishalatkan, HM. Aksa Mahmud yang baru tiba ikut menyaksikan proses itu di ruang dapur.

Tampak wajahnya menyiratkan duka, beliau sangat dekat dengan gurutta.

HM. Aksa Mahmud memiliki kesamaan dengan bapak Muh. Jusuf Kalla (JK). Keduanya pecinta ulama.

Nama keduanya selalu bersanding dalam kepengurusan ormas seperti di NU, Pesantren As’adiyah, dan Pesantren DDI.

JK ditengah kesibukannya tetap agendakan silaturahim dengan ulama. Bukti kecintaan JK pada ulama, beliau bebaskan biaya perawatan dan pengobatan ulama di RS Faisal.

Tidak heran sejumlah ulama wafat di RS Islam tersebut seperti AGH. Muh. Yunus Maratan dan AGH. Muhammad Nur. Dalam usia 80 tahun Pak Aksa tetap abadi cintanya pada para ulama.

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved