Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tarif Impor

Tarif Impor AS 19 Persen Dinilai Masih Tekan Daya Saing Eksportir RI

Tarif impor AS 19 persen disebut lebih ringan, tapi tetap tekan daya saing ekspor RI. Pengusaha dan ekonomi soroti kebijakan ini.

Penulis: Rudi Salam | Editor: Sukmawati Ibrahim
kolasepribadi
TEKANAN DAGANG – Kolase foto Ketua Apindo Sulsel Suhardi (kiri) dan Pengamat Ekonomi Unismuh Makassar Abdul Muttalib. Tarif impor AS 19 persen dianggap masih menekan daya saing ekspor RI. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Indonesia dikenai tarif impor 19 persen oleh Amerika Serikat (AS). Tarif ini merupakan bagian dari kesepakatan dagang antara kedua negara.

Namun, kebijakan ini memiliki dua dampak: ringan dibanding tarif sebelumnya (32 persen), tetapi tetap menimbulkan tantangan besar bagi daya saing ekspor Indonesia di pasar AS.

“Meskipun tarif ini lebih ringan dibanding sebelumnya (32 persen), tetap saja menjadi tantangan besar bagi eksistensi dan daya saing ekspor Indonesia di pasar Amerika,” kata Pengamat Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Makassar, Abdul Muttalib Hamid, saat dihubungi, Kamis (17/7/2025).

Menurut Muttalib, keuntungan dari tarif ini adalah kelonggaran biaya ekspor, sehingga pengusaha sektor padat karya seperti tekstil, sepatu, dan furnitur dapat tetap masuk pasar AS dengan strategi efisiensi dan peningkatan nilai tambah.

“Di sisi lain, tarif ini juga membantu menahan tekanan terhadap neraca perdagangan Indonesia,” paparnya.

Meski demikian, tarif 19 persen tetap berat dibanding negara yang memiliki akses bebas tarif ke AS.

Pengusaha dihadapkan pada dilema menaikkan harga (risiko kehilangan pasar) atau memangkas margin dan kualitas produk.

Baca juga: Aprindo: Pemerintah Diprediksi Masih Impor Gula Tahun Ini

Faktor beban logistik, biaya kepabeanan, dan potensi penurunan volume ekspor juga menjadi ancaman serius, terutama bagi yang sangat bergantung pada pasar AS.

Dari sisi AS, negara itu justru diuntungkan karena produk pertanian, pangan, dan teknologi mereka mendapat akses tanpa tarif ke pasar Indonesia. Ini bisa menekan industri lokal jika tidak ada perlindungan memadai.

Respons pemerintah Indonesia disebut Muttalib bersifat defensif dan strategis, melalui diplomasi tarif, penguatan UMKM, dan kebijakan pengamanan pasar domestik.

Kalangan pengusaha menyebut tarif 19 persen masih menjadi “penghalang” dan mendesak diversifikasi pasar ekspor untuk mengurangi ketergantungan terhadap AS.

“Kesimpulannya, meski lebih baik daripada tarif 32 persen, kebijakan tarif 19 persen tetap menjadi bentuk tekanan dagang terhadap Indonesia,” tambahnya.

Muttalib menekankan perlunya kebijakan cepat dan terukur dari pemerintah dan dunia usaha agar mampu memanfaatkan peluang secara adaptif di tengah ketidakpastian perdagangan global.

Tanggapan Apindo

Ketua Apindo Sulsel, Suhardi, mengatakan pihaknya masih menunggu perkembangan negosiasi sebelum memberi komentar lebih lanjut.

Ia mengungkap dampak meningkatnya tarif terhadap sektor tekstil, pertanian seperti kopi, dan kerajinan produk yang banyak diekspor oleh Indonesia.

“Meski tidak terlalu besar ekspor Sulsel ke AS, kenaikan tarif mengguncang persaingan harga barang di AS yang sudah tak kompetitif,” ujar Suhardi. (*)

 

 

 

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved