Tim PKM FIKP Unhas Latih Warga Bontolempangan Maros Buat Sambal Tanpa Pengawet
Selain itu, menurutnya, pelatihan ini bertujuan meningkatkan nilai ekonomi hasil tambak yang selama dijual dalam bentuk segar.
Penulis: Muhammad Nur Alqadri Sirajuddin | Editor: Ansar
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Tim Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Universitas Hasanuddin (Unhas) melatih warga Dusun Ujung Bulu, Desa Bontolempangan, Kabupaten Maros, mengolah hasil tambak menjadi sambal tanpa bahan pengawet.
Pelatihan ini diikuti sejumlah warga pengelola tambak, tergabung dalam Kelompok Melati Jaya.
Ketua Tim PKM, Dr Syahrul, mengatakan kegiatan ini didanai Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DPPM) Kemendikbudristek, melalui LPPM Unhas.
“Kegiatan ini dikemas dalam bentuk pelatihan pengolahan produk berbasis udang dan ikan bandeng,” ujar Syahrul kepada Tribun-Timur.com, Minggu (13/7/2025) pagi.
Selain itu, menurutnya, pelatihan ini bertujuan meningkatkan nilai ekonomi hasil tambak yang selama dijual dalam bentuk segar.

“Selama ini udang dan bandeng langsung dijual tanpa diolah, sehingga nilai ekonominya tidak meningkat,” lanjutnya.
Sebelum pelatihan dilakukan, tim PKM ini, terlebih dahulu melakukan riset awal untuk mengidentifikasi potensi dan tantangan pengolahan hasil tambak di wilayah tersebut.
Pemateri pelatihan, Kasmiati,Pemateri pelatihan, Kasmiati, menjelaskan kalau teknologi tepat guna yang diterapkan merupakan kombinasi antara suhu tinggi dan tekanan vakum.
Metode ini menurutnya dapat memungkinkan sambal bertahan hingga lima bulan pada suhu ruang tanpa perlu disimpan didalam lemari pendingin.
“Inovasi ini membuat sambal tetap awet tanpa pengawet dan aman dikonsumsi,” jelas Kasmiati.
Ia menambahkan, Bontolempangan dikenal sebagai wilayah penghasil udang, namun masyarakat belum memaksimalkan potensi tersebut.
“Kurangnya pengetahuan dan keterampilan membuat udang dan bandeng belum diolah menjadi produk bernilai ekonomi tinggi,” katanya.
Ia menjelaskan, pelatihan diawali dengan serah terima alat dan bahan, penyuluhan gizi udang dan bandeng, serta pengenalan potensi pengolahan bernilai tambah.
Ia juga menyebutkan kalau praktik pembuatan sambal dilakukan dalam dua varian, yaitu sambal merah dan sambal hijau.
Selanjutnya, para peserta dikenalkan pada ciri-ciri bahan baku segar dan diajarkan pentingnya higienitas dan sanitasi pembuangan selama proses produksi.
“Misalnya, menggunakan sarung tangan untuk menghindari kontaminasi serta memastikan peralatan dan wadah dalam keadaan bersih dan kering,” ungkap Kasmiati.
Selain keterampilan teknis, pelatihan juga menekankan pentingnya kemasan produk.
Menurutnya, produk sambal hasil pelatihan disarankan menggunakan label informasi seperti nama produk dan nama produsen, misalnya Sambal Kelompok Melati Jaya.
Kasmiati menyebutkan, lokasi strategis Kabupaten Maros yang menghubungkan Makassar dan kabupaten lain di Sulawesi Selatan menjadi peluang besar bagi warga untuk memasarkan produk sambal sebagai oleh-oleh atau kuliner khas di rest area.
“Maros bisa menjadi pemasok sambal siap saji ke Makassar dan daerah sekitarnya,” kata dia. (*)
Chaidir Syam Ungkap Rencana Besar Pengembangan Wisata Maros di Hadapan Wamen |
![]() |
---|
Pengamat Heran BBM Langka di Sulsel, Apa Dilakukan Pertamina? |
![]() |
---|
Belum Ada Tersangka di Pemotongan Gaji Pegawai BPKA, Kejari Maros Tunggu Perhitungan Kerugian Negara |
![]() |
---|
Kasus Korupsi Internet Dinas Kominfo Maros Masuk Meja Hijau Oktober, Ada Tersangka Baru? |
![]() |
---|
Target Rp22 Miliar, DPRD Usulkan Pemasangan Tapping Box Awasi Pajak Restoran |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.