Opini
Umrah dan Nyumbang ke Pesantren Hasil Korupsi adalah Tipu Daya Ibadah
Uang hasil korupsi jaksa Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kejari Jakbar) Azam Akhmad Akhsya digunakan untuk umrah hingga sumbangan pesantren.
Dengan demikian, orang yang menggunakan uang hasil korupsi untuk pergi ke tanah suci, bukan mendekatkan diri kepada Allah, tetapi justru mengukuhkan kedurhakaannya, karena ia menodai tempat suci dengan harta yang najis secara moral.
Hal ini dikuatkan oleh pendapat Imam Nawawi, yang mengatakan bahwa amal ibadah yang dibiayai dengan harta haram tidak mendatangkan pahala, justru bisa menambah dosa.
Fenomena ini juga merusak kesadaran publik tentang arti tobat dan ibadah. Seolah-olah, dengan umrah, semua bisa dihapus begitu saja, padahal korupsi menyisakan luka sosial yang dalam: merampas hak rakyat, memperlemah pelayanan publik, dan menjerumuskan bangsa dalam kemiskinan sistemik.
Menghapus dosa dalam Islam bukan sekadar pergi ke Mekkah, tapi harus dimulai dari taubat nasuha, mengembalikan harta curian, berhenti dari perbuatan dosa, dan memperbaiki kerusakan yang telah ditimbulkan.
Sumbangan ke pesantren atau masjid pun tidak mengubah status uang haram menjadi halal. Ulama menyatakan, sedekah dari uang korupsi tidak berpahala, karena Allah tidak menerima sesuatu yang berasal dari pengkhianatan.
Bahkan, lembaga keagamaan yang menerima uang korupsi tanpa seleksi bisa ikut menanggung akibat moralnya. Sedekah ke pesantren dengan uang korupsi: tidak berpahala bahkan bisa menodai keberkahan lembaga.
Warning Bagi Travel Umrah
Dengan demikian, juga menjadi pertanyaan bagi travel haji/umrah yang memfasilitasi koruptor (yang menggunakan uang haram) untuk umrah.
Di tengah krisis integritas elite bangsa, penting bagi umat Islam untuk tidak terjebak pada simbolisme palsu. Umrah bukan jalan pintas untuk mencuci dosa besar.
Ibadah yang sahih lahir dari niat suci dan sumber halal. Jika tidak, umrah hanya menjadi wisata religius yang menipu diri sendiri, dan menjauhkan dari rahmat Ilahi.
Menggunakan uang hasil korupsi atau ghulul (hasil dari penggelapan) atau risywah (suap) untuk umrah atau menyumbang pesantren secara hukum Islam adalah haram dan tidak diterima.
Menurut ulama, ibadah (termasuk umrah) tidak diterima jika sumbernya dari harta haram.
Para ulama sepakat bahwa sedekah dengan harta haram tidak berpahala dan tidak menghapus dosa. Bahkan Imam Nawawi (ulama Syafi’iyah) menyatakan: "Jika seseorang menyumbangkan harta haram, maka itu tidak mendekatkannya kepada Allah, bahkan justru menambah dosanya."
Imam Ibnu Taimiyah menegaskan, bahwa: "Harta haram tidak bisa menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah, karena Allah itu Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik."
Orang yang mendapatkan harta dari hasil korupsi wajib mengembalikan kepada negara atau yang berhak. Jika tidak tahu kepada siapa dikembalikan, maka menurut sebagian ulama, harus disalurkan sebagai harta tak bertuan kepada kepentingan umum — tapi tanpa niat sedekah, karena itu bukan haknya.
Sebab, menggunakan uang haram untuk i Bubadah atau amal merupakan kemunafikan sosial yang seolah-olah berbuat baik, tapi sebenarnya mencuci dosa. Hal itu merusak makna ibadah dan menipu publik dengan citra palsu. Wallahu a’lam bisawwabe.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.